Seluruh stakeholder kelapa sawit mengapresiasi terobosan yang dilakukan oleh pemerintah dengan membentuk Badan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015. Program-program BPDP-KS diyakini dapat membangkitkan
kelapa sawit Indonesia terlebih khusus perkebunan rakyat. Sebagaimana diketahui, luas perkebunan rakyat dewasa ini di Indonesia kurang lebih
43% dari total luasan 16,3 juta ha perkebunan sawit. Dengan adanya BPDPKS tentunya menjadi pusat harapan baru bagi petani kelapa sawit untuk
memajukan sektor perkebunan rakyat serta menjadikan petani sebagai subyek menuju kemandirian dan kesejahteraan. Semenjak berdiri sampai
sekarang, BPDP-KS telah memungut biaya dari pelaku usaha perkebunan sebanyak Rp 47 triliun lebih.
Dana-dana tersebut berasal dari potongan ekspor CPO (Crude Palm Oil) sebesar 50 dolar Amerika Serikat per ton atau setara 750 dolar
Amerika Serikat per metrik ton sawit. Petani perkebunan rakyat berharap supaya dana ini dapat dimaksimal secara baik agar memberikan profit
dan benefit terhadap peningkatan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, promosi perkebunan, peremajaan tanaman perkebunan
maupun sarana dan prasana perkebunan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Perkebunan nomor 39 tahun 2014 pasal 93 ayat 4.
Selama ini pengelolaan pungutan dana oleh BPDP-KS diduga kuat hanya menguntungkan oknum atau kelompok tertentu dalam industri kelapa sawit.
Sebuah kemungkinan yang jika benar maka sudah dipastikan menyimpang dari tujuan awal pembentukan BPDP-KS. Kasak-kusuk eksistensi lembaga
ini ternyata juga didukung oleh tidak diterapkannya prinsip-prinsip good governance dalam tata kelola birokrasi yaitu transparansi, partisipasi
dan akuntabilitas baik secara kelembagaan maupun kaitannya dengan relasi masyarakat perkebunan. Dewan pengawas dan komite pengarah
yang dibentuk dalam rangka mengawasi maupun mengontrol kerjakerja internal tidak menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya.
Sehingga kondisi carut-marut akibat berbagai persoalan yang terjadi hanya membuat BPDP-KS akan terus ‘direcoki’ oleh kepentingan-kepentingan
politik dan ekonomi para penumpang gelap. Berdasarkan uraian singkat permasalahan diatas maka kajian tentang keberadaan BPDP-KS, kinerja
Direksi, Dewan Pengawas dan Komite Pengarah BPDP-KS serta penyusunan program maupun pendanaan menjadi perlu demi mengembalikan BPDPKS
ke jalurnya sesuai amanat perundang-undangan.