Target pemerintah melakukan peremajaan (replanting) tanaman kelapa sawit rakyat seluas 185.000 hektare (ha) tahun 2018 tak terealiasi.
Hal ini terlihat dari realiasasi penerbitan rekomendasi teknis (Rekomtek) untuk program peremajaan sawit rakyat (PSR) hingga 07 Desember 2018 oleh Kementerian Pertanian (Kementan) baru mencapai 44.976 ha.
Targetnya hingga akhir tahun ini bisa diterbitkan mencapai 62.347 ha, ujar Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Bambang pada acara Diskusi yang bertema Membenahi Tata Kelola Sawit Nasional di Jakarta.
Bambang mengakui, replanting sawit belum menjadi gerakan masyarakat, apalagi pemerintah daerah responnya masih kurang. Alhasil target PSR 185.000 ha tidak tercapai. “Untuk itu, kegiatan sosialiasi program ini harus terus ditingkatkan dan diharapkan menjadi tupoksi di kabupaten hingga propinsi,” ujar Bambang.
Dia berharap dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) sebesar-besarnya digunakan untuk membenahi tata kelola industri sawit nasional.
“Dana sawit dapat dialokasikan untuk perbaikan data, status lahan, STDB, IUP perusahaan sawit, sertifikasi ISPO petani dan kemitraan petani dengan perusahaan. Alhasil tata kelola sawit menjadi lebih baik, industri berdaya saing dan berkelanjutan,” terangnya.
Bambang mengungkapkan, data dan legalitas lahan petani masih menjadi kendala petani dalam melaksanakan program PSR. “Pembenahan data, penyelesaian status lahan dan kemitraan dengan perusahaan sawit menjadi fokus utama pemerintah tahun 2019,” ujar dia.
Selain itu, katanya, pemerintah sudah menyederhanakan aturan peserta program peremajaan sawit. “Ada 14 syarat yang perlu dipenuhi petani sawit bila ingin mengikuti program PSR,” jelasnya.
Baca Juga : Presiden Jokowi Minta Prosedur Replanting di BPDP disederhanakan
Semengara itu, total lahan perkebunan sawit rakyat mencapai 5,6 juta ha, sedangkan lahan yang harus diremajakan mencapai 2,4 juta ha.
Namun, kata Bambang, potensi kebun sawit segera direplanting pada tahun 2018 sekitar 650.000 ha. “Ini meliputi tanaman tua seluas 502.332 ha dan produktivitas rendah 128.508 ha. Lahan-lahan tersebut merupakan perkebunan pola PIR Trans dan KPPA,” jelasnya.
Dia mengakui, kurangnya informasi dan menyakinkan petani ikut dalam program PSR itu tidak mudah. “Untuk itu, petani butuh penyuluhan dan pendampingan dalam mensukseskan program peremajaan sawit,” katanya.
Tahun 2018 pemerintah mencanangkan Program PSR seluas 185.000 ha, dari tahun sebelumnya 14.792. sedangkan tahun 2016 seluas 254 ha.Hingga Desmber dana yang telah disalurkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit mencapai Rp 360,45 miliar. Namun yang sudah dicairkan sebesarRp 86,65 Miliar.
Bambang menuturkan, pelaksanaan PSR berjalan lancar setelah BPDP-KS membayar seluruh rekomtek yang diterbitkan Ditjen Perkebunan. “Ditambah prosedur persetujuan usul PSR sangat dipermudah,” katanya.
Upaya percepatan
Musdhalifah Machmud Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengungkapkan, dalam upaya mempercepat pelaksanaan program pemerintah telah mengubah regulasi dan melibatkan surveyor dalam melakukan verifikasi persyaratan petani sawit.
Dia mengatakan, dalam upaya percepatan pelaksanaan kegiatan PSR, Pemerintah telah mempermudah proses pencairan atau penggunaan dana PSR yang telah disalurkan ke rekening petani sawit. Dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Utama BPDP-KS Nomor 5 Tahun 2018, pencairan dana PSR sudah tidak lagi menunggu adanya ketersediaan dana pendamping, ujar Musdalifah.
Adapun proses pemenuhan dana pendamping dipenuhi oleh petani, bersamaan dengan pelaksanaan proses PSR di periode P0 dilakukan. Pemenuhan dana pendamping tetap menjadi hal yang penting untuk keberlanjutan proses PSR. Hal ini dikarenakan, dana PSR sebesar Rp 25 juta/hektare diperkirakan hanya cukup untuk pembiayaan kegiatan di periode P0.
Dia menambahkan, terbitnya Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Pemerintah sedang menyusun konsep Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tentang pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, peremajaan, dan sarpras perkebunan kelapa sawit.
“Diharapkan dengan adanya Permentan dimaksud, program PSR dapat berjalan lebih cepat dan dapat meningkatan kesejahteraan petani sawit,” jelas Musdhalifah.
Selain itu, katanya, pemerintah akan membuka opsi untuk melibatkan surveyor yang akan ditunjuk oleh BPDP-KS. “Dalam melakukan verifikasi, surveyor akan selalu melakukan koordinasi dengan Dinas Kabupaten yang membidangi perkebunan setempat,” ucapnya.
“Dengan melibatkan surveyor, diharapkan progres PSR akan semakin cepat, serta semakin banyak petani maupun masyarakat yang dapat merasakan manfaat dari program PSR,” tambahnya.
Untuk memastikan keberhasilan Program PSR, lanjutnya, pemerintah juga telah membuka ruang kerjasama kemitraan antara pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dengan petani swadaya.
“Kerjasama kemitraan ini tidak hanya menempatkan pelaku usaha sebagai off taker, tetapi pelaku usaha juga dapat berfungsi sebagai availis yang berfungsi melakukan pendampingan pekebun dan menjadi penjamin kepada bank atau lembaga keuangan jika pekebun membutuhkan akses pembiayaan tambahan diluar dana bantuan PSR dari BPDP-KS,” terangnya. Bantolo
Sumber : http://www.agrofarm.co.id/