SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit) melakukan penelitian untuk mendefiniskan petani kelapa sawit. Penelitian melibatkan 18 organisasi masyarakat sipil yang fokus dalam pemberdayaan petani dan sustainable palm oil. Terdapat 667 responden yang tersebar di Kabupaten Siak dan Bengkalis, Riau; Kabupaten Kubu Raya dan Ketapang, Kalbar; Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.
Petani kelapa sawit adalah warganegara Indonesia yang memiliki usaha tani kurang dari 4 ha yang dikelola/dikerjakan secara langsung oleh sendiri/keluarga. Petani tinggal di pedesaan/sekitar kebun dan berusaha tani untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Hal yang penting terkait dengan definisi petani kelapa sawit adalah tinggal di pedesaan/sekitar kebun; kelapa sawit sebagai mata pencaharian utama; bertani sebagai pekerjaan pokok; dikerjakan/dikontrol sendiri oleh keluarganya; bibit yang digunakan disemai sendiri dan tidak bersertifikat; sulit mengakses pendanaan; kebun yang dimiliki tidak bersinggungan dengan konservasi; produktivitas sangat rendah; sangat tergantung pada harga TBS; berpencar-pencar dan belum berorganisasi; tidak memiliki lahan pangan (padi dan buah-buahan); menjual ke tengkulak; bangun kebun dengan menggunakan dana sendiri; untuk memenuhi kebutuhan pokok; bukan PNS/pegawai swasta.
Rekomendasi kebijakan adalah sediakan legalitas bagi petani kurang dari 4 ha; tingkatkan kapasitas petani kurang dari 4 ha; perkuat kelembagaan yang sudah ada dan bangun kelembagaan baru; buka akses seluas-luasnya dan tidak mempersulit petani mendapatkan modal usaha; sediakan insentif bagi petani kurang dari 4 ha untuk menumbuhkan semangat dan inovasi.
Bangun kemitraan (bukan plasmanisasi) yang berkelanjutan dengan PKS/perusahaan dengan prioritas petani dengan luas lahan kurang dar 4 ha. Kemitraan meliputi penyediaan jasa pertanian, penjualan buah, perbaikan jalan dan sarana produksi pertanian lainnya.
Perlu ada stabilisasi harga TBS dengan menentukan batas minimum harga sebagai bentuk proteksi dari gejolak pasar. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani dalam memenuhi kebutuhan pokok dan pendidikan anak, sebaiknya perlu ada diversifikasi usaha dengan komoditas lain.
Supaya visi besar sawit Indonesia untuk pembangunan berkelanjutan dapat terwujud maka alternatif kebijakan yang ditempuh adalah tidak ada pembukaan perkebunan baru supaya semua waktu dan ruang dipergunakan untuk peningkatan produktivitas dan penataan ulang tata kelola perkebunan sawit