Merdeka.com - Direktur Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Indonesia, Tiur Rumondang berkomitmen mendorong produk konsumsi berlabel minyak sawit berkelanjutan di Tanah Air. Seperti diketahui, produksi minyak sawit berkelanjutan di dunia telah mencapai 15,4 juta ton, sebanyak lebih dari 50 persen berasal dari Indonesia.
Namun, sayangnya produk konsumsi berlabel minyak sawit berkelanjutan masih jarang ditemui, lantaran ada anggapan permintaan pasar untuk produk berlabel minyak sawit berkelanjutan di Indonesia masih rendah. Sehingga memaksa produsen produk-produk berbahan baku minyak sawit berkelanjutan belum menyediakannya.
"Selama 14 tahun RSPO memproduksi standar palm oil. Namun tidak dapat disangkal pada kenyataannya angka tersebut sekitar 15 juta RSPO yang tidak terserap pasar," kata dia dalam diskusi di Jakarta, Rabu (19/8).
Dia menyampaikan, untuk mendukung produk minyak sawit berkelanjutan memang memerlukan dukungan semua pihak, baik dari produsen, pemangku kepentingan hingga pengusaha sawit. Menurutnya semua bertanggungjawab untuk sama-sama melakukan transformasi minyak sawit berkelanjutan.
"Kami punya struktur pengambilan keputusan untuk adopsi keberlanjutan seluruh anggota yang akan kontribusi dari berbagai perspektif dan keahlian masing-masing dapat dijalankan semua pihak. Apapun yang disepakati dapat dilaksanakan dan diukur oleh seluruh pemangku kepentingan RSPO," imbuhnya.
Managing Director Sustainability and Strategic Stakeholders Engagement, Agus Purnomo mengatakan, konsep produk konsumsi minyak sawit berkelanjutan menjadi sesuatu yang penting. Pihaknya pun mendukung upaya RSPO untuk mendorong inisiasi tersebut
"Penting dan memang kalau kita liat di dalam perjalanannya kami dukung konsep ini karena kebanyakan diskusi aspek berkelanjutan produk kelapa sawit fokus kepada menjaga hutan kesejahteraan masyarakat itu semua penting tapi tidak cukup," jelas dia.
Kendati begitu, ketika sudah menghasilkan produk sertifikat keberlanjutan minyak sawit kendala lain terjadi pada konsumen. Sebab, konsumen belum mencari produk tersebut. "Semua ditumpu kepada produsen. Ini sesuatu yang memang tidak bisa dilanjutkan. Karena beban berat," tandasnya. [azz]
Sumber Merdeka.com