SPKS PEREMPUAN DAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT>
Nasional

PEREMPUAN DAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

“Studi Kasus Di Kabupaten Sekadau, Provinsi Kalimantan Barat”

 

Aktivitas Petani

Tulisan ini mencoba menggambarkan secara singkat aktivitas petani sawit di Kabupaten Sekadau, khususnya di lingkungan perkebunan PIR–Transmigrasi. Rata-rata petani ini memiliki luas lahan sekitar dua hektar.  Aktivitas diperkebunan dilakukan oleh petani baik perempuan maupun laki-laki, berupa pengelolaan dari pembukaan kebun sampai pada pemasaran TBS.

Tidak hanya laki-laki, dalam pengelolaan kebun sawit, perempuan juga memiliki beberapa aktivitas di dalamnya. Secara umum beberapa pekerjaan perempuan dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu pekerjaan yang sifatnya reproduktif, produktif, dan sosial kemasyarakatan. Masing-masing jenis pekerjaan ini, memiliki dimensi terhadap peran perempuan untuk meneguhkan eksistensinya di masyarakat berhadapan dengan perkebunan kelapa sawit.

Pekerjaan yang bersifat reproduktif, misalnya memasak, membersihkan rumah, mencuci pakaian, mengasuh anak, dan lain sebagainya. Hampir seluruh aktivitas reproduktif tersebut dilakukan oleh perempuan. Pekerjaan dengan sifat produktif, merupakan aktivitas yang menghasilkan uang guna pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Di perkebunan sawit dengan skala kecil (2-4 hektar) pekerjaan produktif tersebut seperti misalnya membantu suami menebas gulma, menyemprot, pemupukan, pemanenan, pengangkut TBS, memetik brondolan, serta menyusun pelepah ke gawangan mati pada saat panen. Untuk luas lahan lebih dari empat hektar, pekerjaan pengelolaan kebun sawit dilakukan oleh tenaga kerja upahan.

Pekerjaan yang bersifat sosial kemasyarakatan, merupakan aktvitas yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat. Lingkup aktivitas pekerjaan ini ada pada ruang publik yang lebih luas daripada ruang domestik dan persinggungannya. Kecenderungan perempuan untuk ada pada lingkup aktivitas pekerjaan ini, sangat jarang kecuali pada kondisi tertentu. Maka, aktivitas yang bersifat sosial kemasyarakatan lebih didominasi oleh laki-laki.

Gambaran dominasi laki-laki pada aktivitas yang bersifat sosial kemasyarakatan, dapat dilihat pada kegiatan kelembagaan yang ada. Pada lembaga koperasi dan Kelompok Tani Hamparan (KTH) yang terdapat di kabupaten Sekadau misalnya, jarang ditemukan perempuan masuk dalam struktur kepengurusan. Demikian juga pada rapat desa dan rapat yang diselenggarakan oleh koperasi, perempuan jarang hadir berpartisipasi di dalamnya. Kalaupun perempuan hadir pada rapat tersebut, posisinya menggantikan suaminya yang berhalangan hadir. Partisipasi perempuan dalam rapat-rapat ini hanya bersifat kehadiran. Umumnya keterlibatan perempuan dalam kegiatan sosial masih terbatas pada lingkungan yang ada di sekitar pekarangan rumah tinggal.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, terdapat perbedaan mendasar antara aktivitas laki-laki dan perempuan di keluarga petani perkebunan kelapa sawit di kabupaten Sekadau. Pada aktivitas reproduktif misalnya, perempuan  terlibat dan memiliki beban kerja atasnya secara penuh, sementara laki-laki sangat jarang terlibat pada aktivitas yang bersifat reproduktif. Pada aktivitas produktif, perempuan juga ikut terlibat, seperti beban untuk membantu kepala keluarga, jika posisinya sebagai istri, sementara laki-laki tidak memiliki beban untuk terlibat pada aktivitas ini, sehingga perempuan memiliki beban kerja ganda baik yang bersifat reproduktif maupun produktif.

Di bawah ini merupakan tabel tentang keterlibatan perempuan dalam keluarga petani kelapa sawit, berdasarkan diskusi dan eksplorasi dengan tiga puluh orang petani perempuan dan laki-laki, pada saat pelatihan perspektif gender, di kabupaten Sekadau, bulan Agustus 2015.         

 

Table 1 : Aktivitas di Kebun

 

No

 

Aktivitas

 

Istri

(Perempuan)

 

Suami

(Lelaki)

 

1

 

Membuka Lahan

 

   
 

a.Membabat

 

 

 

b.Menebas Ranting

 

 

 

c.Menebang PohonBesar

 

 

 

d.Membakar Rumput

 

 

 

 

e.Menupuk hasil babat

 

 

 

F.Membawa Pulang Ranting kayu bakar

 

 

2

 

Pembibitan & Penanaman di lahan

 

   
 

a.Membeli bibit

 

 

 

b.Mengisi polibeg

 

 

 

c.Menyemai bibit di Polibeg

 

 

 

d.Menyirambibit

 

 

 

e.Menyiangi Pembibitan

 

 

 

f.Mengangkut bibit ke lapangan/lahan

 

 

 

g.Memancang/Mengukur Jarak Pohon

 

 

 

h.Menggali lobang tanam

 

 

 

i.Menanam

 

 

 

3

 

Perawatan dan Pemeliharaan

 

   
 

a.Membersihkan Piringan

 

 

 

b.Membersihkan Gawangan

 

 

 

c.Memupuk

 

 

d.Menyemprot pestisida

 

 

e.Wiping/Buru Alang-alang

 

4

 

Panen Hasil Kebun

 

   
 

a.Mendodos/Mengegrek Buah Sawit

 

 

 

 

b.Memetik Brondol

 

 
 

c.Menyusun Pelepah

 

 

d.Mengangku TBS ke TPH

 

5

 

Penjualan

 

   
 

a.Menghitung hasil timbangan

 

 

b.Mencatat hasil timbangan

 

 

c.Menerima hasil penjualan

 

 

d.Mengatur keuangan keluarga

 

Jumlah

 

24

 

27

 

         

 

Tabel 2 : Aktivitas di Rumah

 

No

 

Aktivitas

 

Istri

(Perempuan)

 

Suami

(Lelaki)

 

1

 

Pagi

 

05.00

 

07.00

 

 

a.Menyiapkan bekal ke kebun

 

 
 

b.Memandikan anak

 

 
 

c.Mencuci pakaian

 

 
 

d.Membersihkan rumah

 

 
 

e.Menjaga anak

 

2

 

Sore

 

   
 

a.Memasak

 

 

b.Memandikan anak

 

 
 

c.Mencuci piring

 

 
 

d.Membersihkan sekitar rumah/halaman

 

3

 

Malam

 

   
 

a.Menyiapkan makan malam

 

 
 

b.Merapikan tempat tidur

 

 

Jumlah

 

11

 

11

 

3

 

         

 

 

 

Tabel 3 : Aktivitas Sosial Kemasyarakatan

No

 

Aktivitas

Istri

(Perempuan)

 

Suami

(Lelaki)

 

1

 

Keagamaan

 

   

Yasinan

 

 

Sekolahminggu / Bina Iman

 

 

Doakeing /lingkungan

 

2

 

PerayaanLainnya

 

   

17Agustusan

 

Pernikahan

 

Upacara adat

 

 

3

 

Kegiatan koperasi dan KTH

 

   

Rapat tahunan

 

 

Pelatihan, kepemimpinan atau kepengurusan

 

 

4

 

Rapat Pengambilan keputusan

 

   

Tingkat RT/RW

 

Desa

 

 

Jumlah

 

5

 

9

 

             

 

Pada Tabel 1 dan 2 menunjukkan bahwa sekitar 89% perempuan mencurahkan waktunya pada aktivitas di kebun untuk mengelola perkebunan kelapa sawit bersama laki-laki. Aktivitas itu melibatkan perempuan dari mulai membuka lahan hingga penjualan. Sementara laki-laki, keterlibatannya pada aktivitas di rumah yang merupakan aktivitas domestik pengelolaan rumah tangga, hanya berkisar sekitar 27% dibandingkan dengan perempuan.

Dari ketiga tabel di atas, menunjukkan bahwa selain adanya peran ganda dalam konteks aktivitas pekerjaan pada pihak perempuan, tetapi di sisi lain menunjukkan bahwa pembebanan terhadap berbagai pekerjaan tersebut tidak seimbang antara perempuan dan laki-laki. Hal inilah yang menimbulkan potensi diskriminasi dan kesenjangan sosial di keluarga petani sawit di Kabupaten Sekadau.

Akses dan Kontrol

Pada umumnya petani sawit baik perempuan maupun laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pekerjaan mengelola lahan. Akan tetapi, pada realitasnya pengelolaan lahan lebih banyak dikuasai oleh laki-laki, dimana secara formal hukum kepemilikan dan penguasaan atas lahan menjadi hak milik laki-laki, sebagai pemegang sertifikat atau hak milik atas lahan.

Sehingga, dakam konteks akses kredit dana untuk pembiayaan lahan sawit baik melalui Koperasi Unit Desa (KUD) maupun perbankan, jarang dilakukan oleh perempuan. Karena hak milik atas lahanlah yang dapat mengakses langsung ke KUD maupun Perbankan. Perempuan disini hanya memiliki peran untuk mengelola dana kredit yang diterima atas nama laki-laki sebagai kepala keluarga.

Subordinasi perempuan pada akses dan kontrol pengelolaan perkebunan kelapa sawit, selain terlihat pada kepemilikan lahan dan akses kredit keuangan, juga terlihat pada hal pengambilan keputusan. Partisipasi perempuan sebagai istri, dalam pengambilan keputusan masih terbatas, terlihat adanya diskriminasi baik pada kedudukan maupun hak dan kewajibannya. Misalnya, pada kondisi tertentu untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan maupun pengembangan kebun sawit sebagai sumber pendapatan keluarga. Masyarakat umumnya memiliki stigma dan pandangan yang keliru terhadap posisi dan peran perempuan dalam aktivitas lain diluar aktivitas domestik perempuan itu sendiri. Terkecuali pada konteks tertentu misalnya dalam pengelolaan keuangan keluarga, yang mana eksistensi perempuan dalam mengelola keuangan di dukung dengan kebiasaan yang menjadi budaya di masyarakat.

Ketimpangan Gender Dalam Keluarga Petani Kelapa Sawit

Secara teori, gender merupakan hal yang membedakan keberadaan laki-laki dan perempuan. Perbedaan itu lebih merupakan karakteristik yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan. Karakteristik yang dilekatkan itu merupakan hasil dari konstruksi sosial dan budaya, juga tafsir agama. Seperti misalnya sebutan maskulin untuk laki-laki dan feminin untuk perempuan. Namun, konsep gender sesungguhnya berbeda apabila dilihat pada konteks fungsi biologis antara perempuan dan laki-laki.

Sebenarnya, tidak ada korelasi absolut antara jenis kelamin yang berfungsi biologis dan perbedaan yang telah dikonstruksikan. Pada lingkungan masyarakat yang berbeda, maka konstruksi perbedaan identitas laki-laki dan perempuan akan ditafsirkan secara berbeda. Hasilnya dapat dilihat pada pola perilaku serta kegiatan laki-laki dan perempuan, terkait bagaimana identitas masing-masing terbentuk, menjadi dinamika sosial budaya di masyarakat.

Sesungguhnya, berbicara soal gender bukan bicara bagaimana fungsi biologis laki-laki dan perempuan dijalankan, tetapi lebih kepada ruang dinamika sosial budaya yang ada di masyarakat, terutama pada berbagai aspek yang mempengaruhi perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan. Sehingga, pada akhirnya peran tersebut memunculkan dominasi peran yang satu terhadap peran yang lainnya, dan menyebabkan ketimpangan dalam tatanan kehidupan.

Ketimpangan ini terkait dengan apa yang terjadi pada keluarga petani kelapa sawit. Ketika mendefinisikan kerja misalnya, bukan menyangkut apa yang dilakukan, tetapi lebih kepada latar belakang bagaimana masyarakat menilai suatu kesesuaian pekerjaan. Sehingga pada akhirnya, hal itu menimbulkan perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan pada aktivitas lingkup kehidupan di masyarakat. Secara kodrati, aktivitas laki-laki dan perempuan memang berbeda dalam menjalankan fungsi biologis masing-masing. Namun, konstruksi sosial dan budaya memiliki tafsir yang lain terhadapnya, inilah yang perlu ditinjau kembali.

Bagaimana perempuan ditempatkan pada unit aktivitas keluarga petani kelapa sawit, dapat dijadikan tinjauan untuk merekonstruksi ulang tafsir sosial dan budaya terhadap peran laki-laki maupun perempuan dalam tatanan kehidupan yang lebih seimbang. Seperti diketahui bahwa perempuan dalam perannya sebagai istri sebagaimana data-data yang disajikan di atas, ternyata jauh lebih banyak terlibat ke dalam tiap unit aktivitas yang ada, dibandingkan dengan laki-laki.   

Beban kerja ganda perempuan dalam aktivitas yang bersifat reproduktif dan juga pada aktivitas yang bersifat produktif, dapat dijadikan acuan secara gamblang. Dukungan budaya patriarki yang mendominasi tatanan kehidupan menyebabkan beban kerja ganda perempuan dipandang sebagai suatu kewajiban yang sudah sewajarnya. Ini terkait dengan kedudukan istimewa bagi laki-laki pada budaya patriarki, sehingga muncul pandangan bahwa tidak pada tempat yang sepantasnya apabila laki-laki pada perannya sebagai suami turut terlibat bersama perempuan dalam aktivitas yang bersifat reproduktif.

Laki-laki perannya sebagai suami, ditafsirkan memiliki derajat yang lebih tinggi daripada perempuan pada perannya sebagai istri dalam keluarga. Tafsir yang demikian ini, menempatkan perempuan pada perannya sebagai istri merupakan abdi bagi suaminya. Maka, pada keluarga petani kelapa sawit dapat ditemui kondisi dimana sebelum bekerja di lahan, suami dapat dengan santainya menikmati secangkir kopi sembari duduk-duduk di depan rumah. Sementara itu, berbeda dengan sang istri, dimana sejak bangun tidur telah disibukkan dengan berbagai pekerjaan rumah tangga tiada henti.

Aktivitas di rumah tangga keluarga petani kelapa sawit ini, tentunya dapat dikatakan mengalami kesenjangan peran gender. Kesenjangan ini akibat konstruksi budaya terhadap perempuan yang berpangkal pada konsep, bagaimana perempuan ketika menjalankan perannya sebagai istri hanya didukung pada lingkup domestik sebagai ibu rumah tangga semata. Pekerjaan perempuan berikut juga kemampuannya, terbatas pada dimensi domestik ini.

Konsep domestifikasi perempuan sebagai ibu rumah tangga itu, senantiasa dipegang oleh masyarakat dan diwariskan secara turun temurun. Pada posisi yang demikian, perempuan pada keluarga petani kelapa sawit mengalami kondisi yang timpang dalam memperlakukan mereka. Ketimpangan itu menggiring pada upaya marjinalisasi perempuan, dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang banyak melibatkannya.

Upaya marjinalisasi terhadap perempuan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit, salah satunya dapat ditinjau pada keterbatasan akses perempuan untuk dilibatkan dalam kegiatan peningkatan sumber daya manusia, seperti mendapatkan pelatihan tentang teknis budidaya pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang baik.

Budaya patriarki yang berkembang di masyarakat, mendukung kenyataan bahwa peran perempuan di sektor pertanian mengalami upaya marjinalisasi terhadap eksistensinya yang hanya diakui secara tersubordinat. Terkait dengan hal tersebut, data yang ada menunjukkan bahwa perempuan pada keluarga petani kelapa sawit di pedesaan sekitar 89%  melakukan banyak pekerjaan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit. Ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki kontribusi besar terhadap pendapatan rumah tangga.

Para perempuan petani kelapa sawit dengan status janda, kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga dapat mencapai 100%. Sebab perempuan dengan status janda, harus mengupayakan pemenuhan kebutuhan hidupnya sendiri dan juga keluarganya. Kenyataan yang demikian ini, dapat dijadikan pertimbangan bahwa kontribusi perempuan yang besar itu, tidak dapat dikatakan hanya sebagai pendapatan tambahan saja. Tetapi sudah merupakan sumber pendapatan keluarga yang utama.

Perempuan di pedesaan, tidak hanya terlibat dalam pengelolaan di perkebunan sawit baik menjadi petani maupun buruh tani, tetapi juga melakukan pekerjaan pertanian lainnya seperti berladang, menjual hasil panen, ikut dalam proses penanaman dan lain-lain. Berbagai aktivitas yang padat ini dilakukan setiap hari, baik aktivitas yang bersifat produktif dan reproduktif.

Kesimpulan

Perempuan memiliki potensi strategis pada sektor pembangunan perkebunan kelapa sawit di kabupaten Sekadau, provinsi Kalimantan Barat. Potensi ini dapat dilihat pada keterlibatan perempuan secara langsung, dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit di kebun milik keluarga. Namun, pengetahuan dan pendidikan tentang gender menjadi salah satu kendala di masyarakat dalam menerapkan berbagai prinsip dan konsep gender yang pada dasarnya menjadi salah satu kunci untuk memberikan ruang dan kesempatan bagi perempuan dalam mengeksplorasikan kemampuan dan potensinya di dalam berbagai aktivitas di masyarakat maupun di perkebunan kelapa sawit. Hal lain yang terpenting adalah upaya mencegah potensi diskriminasi dan kesenjangan sosial dalam kehidupan berkeluarga petani kelapa sawit.

Sesungguhnya potensi diskriminasi perempuan di sektor pertanian dan perkebunan masih terus berlangsung. Hal ini terlihat, pada konteks berbagai pembangunan di sektor pertanian dan perkebunan belum memberikan bermanfaat dan menyelesaikan kesenjangan antara peran antara perempuan dan laki laki baik pada aspek partisipasi, keterlibatan dalam berbagai program pemerintah. Keterbatasan pelibatan perempuan pada kegiatan penyuluhan pertanian serta kemudahan akses informasi, merupakan salah satu bentuk diskriminasi terhadap perempuan.

Oleh karenanya, kondisi tersebut harus menjadi perhatian pemerintah ke depan khususnya dalam melahirkan kebijakan yang berdimensi perspektif gender. Pengarusutamaan gender dalam kebijakan pemerintah khususnya di sektor pertanian dan perkebunan ditujukan agar pembangunan pertanian maupun perkebunan diarahkan kepada pembangunan yang berkelanjutan, dimana aspek sosial menjadi salah satu perhatian yang juga berkaitan dengan konsep perspektif gender. Sehingga hasil pembangunan tidak hanya memberikan keuntungan secara ekonomi, tetapi juga dari aspek sosial memberikan maanfaat bagi petani perempuan maupun laki-laki.

Berbagai manfaat tersebut misalnya:

  • Peningkatan kapasitas perempuan dalam manajemen pengelolaan perkebunan kelapa sawit, penting diupayakan sesuai dengan good agriculture practises. Menyadari bahwa pengelolaan perkebunan kelapa sawit sebagai transformasi sistem budidaya pertanian tradisional ke modern, membentuk peradaban baru di tengah masyarakat.
  • Disamping itu perempuan di perkebunan kelapa sawit harus diberi kesempatan untuk terlibat aktif dan menjadi bagian dari kelompok-kelompok ekonomi maupun sosial. Tujuannya tak lebih daripada sebagai upaya untuk meningkatkan potensi ekonomi dan sosial rumah tangga petani pengelola perkebunan kelapa sawit. Kelompok koperasi dan kelompok tani, misalnya dapat dijadikan ruang keterlibatan perempuan secara aktif dan mendalam.
  • Membangun relasi yang baik dan bermanfaat antar petani baik perempuan dan laki-laki. Ini memungkinkan untuk peningkatan kerjasama di bidang ekonomi dan sosial, yang bermanfaat pada peningkatan aktivitas pertanian. Disamping itu, perempuan pun dapat dimungkinkan untuk memiliki kontrol terhadap sumber  daya pertanian.
  • Dengan tersalurnya informasi dan pengetahuan maupun partisipasi perempuan di dalam penyelenggaraan pertanian baik pangan maupun perkebunan akan memberikan kontribusi besar terhadap perbaikan tata kelola perkebunan kelapa sawit dengan cara petani kelapa sawit sendiri di dalam pembangunan yang berkelanjutan

Sumber :

Perkembangan Harga TBS

Berita Harga TBS

Agenda

Agenda Lainnya

Link Terkait

Cerita Petani
Selengkapnya