Peraturan pengelolaan bantuan dana dalam industri kelapa sawit Indonesia dinilai perlu dikaji ulang sebab kurang efisien dan menyulitkan petani kecil sawit yang seharusnya menjadi subyek utama dalam ekonomi sawit, demikian hasil sebuah penelitian yang diumumkan oleh sebuah biro konsultan perundangan dan kebijakan.
Puguh Windrawan, seorang peneliti pada HICON Law and Policy Strategic Consultation yang memaparkan hasil penelitiannya, Selasa (17/7), mengatakan bahwa pada saat ini petani kecil kelapa sawit menghadapai tiga permasalahan utama, yaitu akses pada pupuk bersubsidi, skema dana peremajaan kebun kelapa sawit yang tidak efisien, dan model kelembagaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS).
“Peraturan pengelolaan dana bantuan sawit harus dikaji ulang,” Windrawan mengatakan. Pengkajian diperlukan agar peraturan yang ada lebih bersahabat bagi petani kecil sawit yang perannya semakin penting dalam industri kelapa sawit di Indonesia.
Petani swadaya kini mengelola lebih dari 40 persen luas perkebunan sawit di Indonesia, yang
dikatakan mencapai 14,3 juta hektar.
Permasalahan menjadi lebih rumit lagi karena adanya permasalahan legalitas lahan yang umumnya dihadapi petani kecil, tambah Windrawan.
“Petani kecil sawit kesulitan untuk mendapatkan status legalitas lahan dan memerlukan biaya yang tidak sedikit,” ujar Windrawan saat berbicara di Focus Group Discussion bertemakanEmpowering Farmers and Engaging Stakeholders in Palm Oil Issues.
Ia mengatakan bahwa masalah legalitas lahan petani inilah yang menyebabkan “kenapa dana tidak terdistribusi dengan benar.”
Terkait dengan hal tersebut, Windrawan menghimbau agar BPDP-KS melonggarkan prosedur legalitas dan memberikan perhatian yang lebih agar dapat bertemu langsung dengan petani dan seluruh pemangku kepentingan di lapangan.
Dalam Term of Reference bagi diskusi ini, Hicon Consultancy, mengatakan bahwa pembentukan lembaga pengelola dana sawit seperti BPDPKS justru memunculkan masalah baru dalam tata kelola dana sawit
“Masalah porsi distribusi dana yang tidak proporsional menunjukkan bahwa petani sawit tidak ditempatkan sebagai subjek utama dalam ekonomi sawit,” demikian dikatakan dalam TOR tersebut.
Mula Putra, yang mewakili Direktur Jenderal Perkebunan dalam diskusi tersebut mengakui adanya permasalahan legalitas lahan petani kecil sawit. “Pendataan terkait petani kecil sawit memang masih menjadi fokus utama hingga saat ini yang perlu diperbaiki,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Dalam Mansuetus Darto, selaku kepala dari Serikat Petani Kelapa Sawit , mengatakan disamping masalah legalitas lahan, petani kecil sawit biasanya tidak memiliki kemampuan maupun pengalaman berorganisasi dalam mengelola operasi maupun dana sawit sementara BPDPKS hanya berurusan dengan kelompok petani.
“Serahkan ke swasta saja, agar prosedurnya tidak bertele – tele soalnya kami melihat
tidak percaya kepada petani yang memang jarang punya sistem kelembagaan untuk mengelola dana sawit,” tegasnya.
Kontak Informasi : Sabarudin.spks@gmail.com