SPKS Mencari solusi, SPKS Menfasilitasi Dinas Perkebunan Berdialog dengan Direktorat Jenderal Perkebunan>
Nasional

Mencari solusi, SPKS Menfasilitasi Dinas Perkebunan Berdialog dengan Direktorat Jenderal Perkebunan

Pada tanggal 26 Oktober, 7 Dinas Perkebunan Kabupaten bertemu dengan Direktorat Jendral Perkebunan. Dinas-dinas perkebunan itu antara lain adalah; dinas perkebunan kabupaten Paser Kalimantan Timur, Kabupaten Sintang Kalimantan barat, Kabupaten Sanggau Kalimantan barat, Kabupaten Rokan Hulu Riau, Kabupaten Siak Riau, Kabupaten Musi Banyuasin, dan kabupaten Labuan Batu Utara. Pertemuan ini di inisiasi oleh Serikat Petani Kelapa Sawit.

Pertemuan ini di pimpin langsung oleh Ir. Irmijati Rachmi Nurbahar, M.Sc selaku direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar dan di damping oleh Ketua SPKS. Pertemuan ini membahas terkait dengan masalah-masalah perkebunan daerah dan membangun solusi bersama.

SPKS yang menginisiasi pertemuan ini dalam pembukaan acara pertemuan ini menegaskan bahwa selama ini tidak ada sinergitas antara nasional dan daerah. Informasi dan solusi selalu terputus di tengah jalan. Beberapa keluhan dari dinas perkebunan antara lain adalah;

  1.  Kabupaten Sintang : Legalitas lahan petani swadaya dimana kurang lebih 4000 ha lahan yang dimiliki petani swadaya. Petani memiliki kesulitas dalam akses penjualan dengan Pabrik kelapa sawit dan selain itu adalah masalah kelembagaan petani yang belum terpola. Sintang punya program untuk pemetaan seluruh komoditas dan dana nya masuk ADD dan sudah masuk sosialisasi pelatihan dan hingga pengadaan GPS. Pada tahun 2019 sudah ada seluruh data nya.
  2. Kabupaten Rokan hulu : Masalah di kabupaten Rokan Hulu terkait dengan Penertiban perizinan bagi perusahaan besar yang sangat tidak sesuai dengan RTRW. RTRW ini juga belum selesai-sehingga terjadi masalah dalam pelepasan kawasan hutan. Di samping itu terdapat perubahan  nama dalam sertifikat dan prosedur BPN sangat panjang dan di harapkan dirjenbun bisa kordinasi dengan BPN.
  3. Kabupaten Siak: Belum memiliki database petani kelapa sawit di kabupaten, pekebun pekebun berada dalam kawasan gambut, bermasalah dengan perkebunan berkelanjutan. Inisiatif yang dilakukan dan perlu adalah melalui pemetaan dan pendataan. Soal STDB banyak dilema nya soal kewenangan bupati. STDB di siak di terbitkan oleh disbun, bupati sudah keluarkan perbub terkait dengan STDB. Penerbitan STDB  oleh camat akan jadi rancu karena dua lembaga dan camat punya banyak pekerjaan dan akan semakin lambat. Karena itu perlu dinas saja. 
  4. Kabupaten labura; STDB untuk ngambil uang dari bank. Jadi kalau misalnya petani tidak menggunakan dana bank maka petani tidak mau mengurus STDB.  
  5. Kabupaten paser ; Perkebunan rakyat di kabupaten Paser dibantu oleh APBD namun ini terjadi tahun 1990an dan sekarang sudah tidak ada lagi. Kebutuhan petani terkait dengan arah pembangunan berkelanjutan adalah terkait dengan infrastruktur jalan kebun petani, loading ream banyak di bangun masyarakat dan berjumlah 110 Loading rem. Banyaknya loading ream ini mengawurkan tata kelola pengelolaan buah sawit. Petani melakukan panen cepat karena tersedia loading ream. Bahkan petani plasma pun sebagiannya menjual ke loading rem. Problem CSR tidak jelas untuk masyarakat khususnya infrastruktur, replanting persyaratannya berubah ubah belum ada kepastian dan kabupaten sudah memenuhi standar nya tapi kendalanya di  provinsi dan waktu serta prosedure nya sangat panjang. semestinya kabupaten dan nasional berjalan lancar.  

Terjadi kebingungan daerah terkait dengan STDB, apakah ini ijin apa tidak, STDB dilimpahkan ke bagian perijinan, apa perlu surat dari dirjenbun untuk seluruh bupati agar di urus oleh dinas atau soal ijin apa bukan. Soal kemitraan di daerah khususnya dengan perusahaan, mereka punya kontrak. Kami selau berpedoman pada tanaman dan ini diserahkan ke bidang perijinan jadi masalah

6. Kabupaten Sanggau ; soal STDB tidak dalam kawasan kalau dalam kawasan apa tetap di daftarkan. Lahan lahan dalam kawasan itu bagaimana, apalagi masyarakat sekitar perbatasan dimana sebagian besar dalam kawasan. Selain itu juga terkait dengan masalah  bibit berlegalitas, apakah kalau bibit bermasalah apa bisa kasih STDB, dan jadi masalah untuk mencapai ISPO. Masalah kemitraan; harga TBS tidak sama dan kemitraan diikat bagaimana. Kebun plasma di konversi ke plasma sangat lama-10 tahun. Penilaian kebun plasma tidak libatkan disbun, hanya libatkan perbank kan, mungkin perlu sepengetahuan disbun agar ada kepastian disbun bahwa kebun yang di bangun bagus, ditarik ke perijinan akan menjadi masalah karena akan bermasalah dengan legalitas kawasan dan bupati telah keuarkan SK bahwa kewenangan stdb dikembalikan ke dinas perkebunan.

7. Kabupaten Muba; petani kompleks masalahnya dan pemda lemah mengaturnya. Masalah pemetaan perlu sehingga kita perlu mengatur penataannya, apakah bisa di ambil kewenangan ini kepada dirjenbun, buat nota dinas pelimpahan kewenangan dari bupati ke disbun dan Muba sudah terbitkan sekitar 5000 an STDB. Ini bukan IUP tapi tanda daftar karena ini budidaya. Legalitas dalam kawasan hutan khususnya soal HPK khususnya kawasan. Maka perlu ada kekuatan bupati untuk berhadapan dengan KlHK sehingga kabupaten muba berhasil melakukan pelepasan dari HPK berjumlah 1600 menjadi APL. Maka dari itu,  kita membantu dengan data, anggaran juga jadi masalah dalam tata batas khususnya untuk penerbitan STDB khususnya untuk memastikan pengukuran lahan.  

Beberapa hal di atas di respon baik oleh Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar. Beberapa respon dari Dirjenbun antara lain adalah;

  1. Peta itu menjadi suatu kebutuhan dan kewajiban. Dulu perusahaan saja yang butuh dan buat dan sekarang petani sudah menjadi keharusan.
  2. Sebaiknya Indonesia memiliki spacial kebun petani, tapi dirjenbun saat ini sudah memulai melakukannya. Statistik pekebun dirjenbun lebih kepada administrasi report, bukan real luasan.
  3. Untuk membentuk statistic real pekebun, Pemerintah punya keterbatasan khususnya terkait dengan sumber daya manusia dan juga sumber daya keuangan. Beberapa donor dan NGO sudah mulai membantu. Kami akan memasukkan pemetaan kedalam hibah dari jerman.
  4. Saat ini sudah ada RPP usaha perkebunan. Kami akan memasukkan perhatian stdb agar tidak rancu pemerjemahannya terkait dengan ijin dan bukan ijin.
  5. STDB itu adalah identitas seperti KTP nya kebun. Ini erat kaitannya dengan data kebun. Karena itu, STDB seperti profile kebun petani terkait dengan fisik tanaman kebun. Karena itu, jangan diterjemahkan dengan perijinan.
  6. Perlu ada verifikasi untuk kegiatan pendukung kegiatan replanting yang di bantu oleh BPDP. Mungkin kami akan lebih mendetailkan pedoman teknis untuk usulan peremajaan kelapa sawit rakyat BPDP karena tadi disampaikan prosesure sangat panjang dan rumit.
  7. Kemitraan kami akan masukkan RPP usaha Perkebunan yang sedang di susun saat ini.
  8. Di pedoman bpdpks sudah masukkan di pedoman kami. Termasuk infrastruktur, jadi perlu peraturan di kementrian keuangan karena kemenkeu yang membua peraturanya untuk prasarana seperti pupuk. Mungkin bisa masukkan traktor untuk jalan.
  9. Lahan dalam kawasan hutan. Litbang KPK Sudah membahas itu dan menggodok STDB soal kawasan hutan.
  10. Apakah pendataan jangan hanya pada APL tapi juga bisa sampai Kawasan hutan. Agar ada upaya solusi dari bupati untuk mereka yang penting sudah di data dulu. Tapi mungkin HPK bisa tapi taman nasional dan hutan lindung agak sulit dan sesuai peraturan. Asal tata batasnya jelas. Permohonan daerah perlu ke KLHK khususnya dalam kawasan hutan.
  11. Adal usul benih dalam stdb bisa tetap dikeluarkan stdb. Kalau tidak jelas tidak masalah, asal petani menjelaskan bahwa mereka tidak tau asal usul bibit nya.
  12. Perpress 88 penyelesaian kawasan Dalam kawasan hutan. Dalam perpress ini sebanyak 20 Tahun harus terbukti dalam kawasan jika berada dibawah itu maka tidak akan dip roses. Itu sebagai prasyarat utama.
  13. Bagaimana dengan perusahaan untuk pemetaan. Mereka juga harus di ajak untuk berpartisipasi dalam pemetaan, karena seluruh kebun petani akan di supply ke pabrik mereka.

Beberapa rencana tindak lanjut dari pertemuan ini adalah;

  1. SPPL dan STDB; harus ada surat edaran dari dirjenbun untuk kabupaten.
  2. Terkait dengan replanting Perlu ada pedoman teknis dari dirjenbun dan dapat dijelaskan ke daerah. Selain itu, agar prosesnya tidak panjang.
  3. Perlu memunculkan Surat edaran dari dirjenbun agar petani yang mendapatkan STDB bisa punya akses penjualan ke pabrik yang lebih mudah.
  4. Rancang pertemuan kembali oleh SPKS bersama dirjenbun, disbun, dan undang KPK dan ATR khususnya terkait dengan persoalan kawasan dan penerbitan STDB.
  5. Pembahasan skema STDB dan BPDP dibutuhkan oleh daerah.
  6. Integrasi data petani dengan SIP kebun untuk sinkronisasi. SPKS dan dirjenbun kordinasi dengan SIP kebun dan Ibu irmi.

Sumber :

Perkembangan Harga TBS

Berita Harga TBS

Agenda

Agenda Lainnya

Link Terkait

Cerita Petani
Selengkapnya