SPKS Masukanya Kembali RUU sawit di Prolegnas 2018 berpotensi Tidak Memihak Kepetani>
Nasional

Masukanya Kembali RUU sawit di Prolegnas 2018 berpotensi Tidak Memihak Kepetani

Seorang petani sawit saat membawa tandan buah segar (tbs) di desa belutu, kabupaten siak november 2017. Saat ini dari data dirjen perkebunan kementerian pertanain ada sekitar 42% luas areal perkebunan sawit nasional di kelola oleh petani. dengan luasan rata-rata dibawah kurang 25 hektar. Foto oleh sabarudin-SPKS.

 

DPR kembali memasukkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkelapasawitan dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2018 mendatang. Padahal RUU Perkelapasawitan ini sebelumnya pernah ditolak pemerintah lantaran dinilai kontraproduktif dengan Undang-Undang Perkebunan yang sudah ada. Kompas (22 Desember 2017).

 

Sebelumnya di awal tahun 2017 yang lalu, Daniel Johan, anggota DPR Komisi IV mengatakan undang-undang Perkelapasawitan diharapkan bisa menyelesaikan masalah perizinan lahan perkebunan, dengan mewajibkan pemilik lahan terkait memenuhi syarat legalitas dari pemerintah. Jika, pemilik lahan tidak memenuhi persyaratan tersebut berdasarkan batas waktu yang ditentukan maka pemerintah berkewenangan memberikan sanksi. Lebih lanjut Johan mengatakan bahwa Rancangan Undang-undang (RUU) Perkelapasawitan sebagai jalan keluar karena DPR mendorong kemudahan perizinan lahan. Hal tersebut disampaikannya kepada media dalam kesempatan diskusi publik yang diselenggarakan RSPO di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan, Kamis (27/1).

 

Peryataan Daniel, menurut Marselinus Andry Departemen hukum dan advokasi Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), kalau terkait perizinan dan syarat legalitas untuk setiap pelaku usaha perkebunan sebetulnya telah di atur melalui Permentan 98 Tahun 2014, Undang-Undang Perkebunan, serta di berbagai undang-undang sector lainnya.

“Sehingga tidak perlu DPR RI kembali mengeluarkan UU baru hanya untuk mengurusi terkait legalitas perizinan, karena hal tersebut bisa melalui revisi dan upaya harmonisasi peraturan perundangan sektoral lainnya, seperti revisi UU Perkebunan yang tinggal menunggu revisinya pasca Putusan MK 2016 kemarin.

Lebih lanjut Andry mengatakan, RUU Perkelapasawitan ini sangat kental dengan unsur politis jika melihat substansi RUU serta berbagai pernyataan DPR RI saat ini. Terdapat potensi dalam RUU ini hanya untuk memudahkan perizinan bagi perusahaan yang selama ini bermasalah serta ada potensi untuk menutupi dan melanggengkan kejahatan-kejahatan yang dilakukan perusahaan atas perizinan lahan yang bermasalah, konflik lahan maupun izin pabrik kelapa sawit yang bermasalah.

Bertentangan dengan komitmen Moratorium Sawit

DPR kembali memasukkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkelapasawitan dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2018 mendatang. Menurut anggota DPR Komisi IV Hamdhani mengatakan DPR menilai pembentukan RUU Perkelapasawitan mendesak untuk dilakukan. Pasalnya, sawit merupakan komoditas strategis nasional yang perlu dilindungi dan hal ini bisa dilakukan dengan adanya RUU tersebut. Lebih lanjut Hamdhani mengatakan hak-hak petani mestinya dilindungi, karena di perkebunan sawit ini, tidak hanya dimiliki pengusaha, tapi juga oleh petani plasma dan mandiri.

Perlu diketahuai saat ini luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah 11,6 juta ha (Data statistik Dirjenbun 2016) , dan sekitar 42%  di antaranya merupakan luas areal perkebunan sawit rakyat yang diusahakan oleh pekebun plasma dan pekebun swadaya dengan luas areal kurang dari 25 hektar.

 

 

Data Dijenbun luas perkebunan kelapa sawit Tahun 2000 – 2016

 

 

Marselinus Andry kembali mengingatkan saat ini ada komitmen dari Presiden RI adalah kebijakan Moratorium Sawit suatu dan kesempatan yang diambil Pemerintah untuk memperbaiki persoalan perizinan dan berbagai upaya penyelesaian atas konflik yang ada di perkebunan sawit.

Jika RUU Perkelapasawitan ini tetap dilanjutkan maka bukan hanya bertentangan tetapi suatu bentuk perlawanan terhadap komitmen kebijakan Moratorium Sawit dari pemerintah. Dari substansinya saja, RUU Perkelapasawitan ini justru melanggengkan deforestasi untuk expansi sawit skala besar. Berbagai kemudahaan melalui fasilitasi, insentif maupun perencanaan induk perkelapasawitan, merupakan corong baru yang memaksa pemerintah untuk melegalkan rencana tersebut. 

Fokus pada Peningkatan Kapasitasitas dan Pemberdayaan di Petani

Kepala departemen riset SPKS, Sabarudin melihat Moratorium Sawit yang dikeluarkan oleh pemerintah juga bisa dikatakan sebagai bentuk komitmen Pemerintah untuk memperbaiki sistem perkebunan kelapa sawit ini di indonesia yang selama ini masih banyak masalah. Sehingga, DPR, Perusahaan dan petani baiknya fokus mendukung langkah-langkah pemerintah.

Salah satu yang perlu menjadi fokus perhatian menuju perbaikan perkebunan sawit adalah terkait dengan produsktifitas rendah dan ini menjadi masalah utama saat ini yang itu tidak hanya menjadi masalah petani tetapi juga perusahan. Saat ini produktifitas perkebunan rakyat hanya mencapai 12 ton/ha/tahun untuk angka produktivitas, sementara perusahaan hanya 18 ton/ha/tahun. Jika dihitung, capaian perusahaan maupun perkebunan rakyat tersebut belum mencapai target produktivitas yang di keluarkan oleh kementan yakni 36 ton/ha/tahun. Hal ini menjadi tantangan kelapa sawit Indonesia ke depan. Unjur sabarudin

Pada sisi produksi crude palm oil (CPO) di Indonesia petani kelapa sawit menyumbang sebanyak 5,8 juta ton  dikontribusi oleh usaha Pekebun.

 

Data Dirjenbun Produksi Minyak Sawit Data Dirjenbun 2010 – 2015

 

Ditambahakn Sabarudin sekarang itu mau tidak mau harus fokus pada Peningkatan Kapasitasitas dan Pemberdayaan di Petani ini menjadi syarat penting dalam meningkatkan produktifitas petani. Karena yang menjadi kendala dalam hal produktifitas petani adalah  kapasitas pekebun dalam melakukan budidaya perkebunan kelapa sawit yang mengacu pada praktik Good Agricultural Practises (GAP) yang tidak dimilki dengan baik. Untuk itu perlu adanya dukungan harus diberikan pada peningkatan SDM Perkebunan melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan bagi pekebun sebagaimana dalam Peraturan Perundang-Undangan.

Kedepan kalau ini semua sudah dilakukan tidak hanya peningkatan produktifitas tetapi juga akan mempersiapkan perkebunan kelapa sawit rakyat, terutama agar dapat mengimplementasikan standar ISPO yang menjadi bagian penting dalam sistem perkebunan berkelanjutan di Indonesia.

Sumber :

Perkembangan Harga TBS

Berita Harga TBS

Agenda

Agenda Lainnya

Link Terkait

Cerita Petani
Selengkapnya