Jakarta – Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) bersama BIJAK USAID mengadakan Lokakarya bersama, Lokakarya ini bagian dari Penulisan Panduan Teknis untuk Pekebun Kelapa Sawit dalam Pengelolaan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) dan Cadangan Karbon Tinggi (SKT) di areal kebun kelapa sawit yang dikelola oleh pekebun kelapa sawit.
Hadir dalam Lokakarya adalah perwakilan pemerintah, perwakilan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), perwakilan CSO dan perwakilan perusahaan.
Lokakarya untuk memberikan masukan dan tanggapan yang konstruktif terhadap Panduan disusun. panduan ini untuk mempermudah pekebun dalam mengimplementasikan ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil), RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), dan juga akan mendukung kebijakan pemerintah seperti misalnya Kementerian Linkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertanian serta kementerian Desa dan Transmigrasi.
Hal ini disampaikan oleh Ketua SPKS dalam penjelasanya mengatakan beberapa relevansi bagi pekebun atau desa menerapkan NKT dan SKT adalah sebagai berikut;
Pertama; dari aspek komoditas. Aspek komoditas, menunjukkan bahwa sebagian besar CPO yang diproduksi dari perkebunan Indonesia di peruntukkan ekspor. Kurang lebih 21,5 juta ton CPOIndonesia untuk ekspor ke beberapa Negara yakni Cina, India, Pakistan, Eropa dan Amerika. Bagi komoditas ekspor khususnya kelapa sawit, sangat ditekankan akan pentingnya menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Kedua; dari aspek sosial melihat bahwa masyarakat desa, petani dan hutan adalah dua buah sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Kebutuhan akan lingkungan hidup dan kegiatan-kegiatan tradisional dan budaya erat kaitannya dengan akses masyarakat kedalam kawasan hutan. Pengembangan perkebunan kelapa sawit skala besar akan menimbulkan berbagai krisis yang mungkin akan terjadi pada masa yang akan datang yang berimplikasi pada aspek sosial dan budaya masyarakat pedesaan.
Ketiga; aspek ekonomi perkebunan kelapa sawit telah membangkitkan ekonomi masyarakat. Sebagai contoh, dengan perkebunan kelapa sawit 2 ha saja, petani dapat memperoleh pendapatan kurang lebih 2,5 juta rupiah. Dengan melihat karakteristik petani swadaya Indonesia bahwa petani kelapa sawit memasarkan hasil produksinya kepada tengkulak dengan harga di bawah ketentuan pemerintah. Ketergantungan petani kelapa sawit terhadap harga kelapa sawit sangat tinggi sebab petani bergantung pada harga TBS untuk membeli makanan dan pendidikan anak-anak petani. Penentuan harga TBS, sangat bergantung pada pasar CPO dan selalu fluktuatif. Jika harga rendah, maka akan terjadi krisis di level pekebun. Dengan memperhatikan asepk ini, bahwa pengelolaan kelapa sawit sangat rentan akan terjadi krisis di level dan memastikan petani pekebun memiliki lahan dan lingkungan yang lebih baik (seperti SKT dan NKT) akan memudahkan bagi petani dapat beradaptasi dengan krisis yang mungkin akan terjadi.
Keempat; pekebun telah menjadi salah satu aktor yang potensial dalam perkebunan sawit Indonesia. Di tengah hadirnya tudingan terkait dengan deforestasi, konflik sosial dan alih fungsi lahan gambut maka ini menjadi momentum bagi petani pekebun bahwa mereka menjadi actor yang alternatif untuk keberlanjutan.
Beberapa relevansi ini menjadi pendukung bagi petani pekebun untuk menerapkan NKT dan SKT. Pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan dengan membangun tata kelola yang lebih baik yang ramah lingkungan akan menjadi nilai lebih bagi para pekebun dalam dinamika pasar kelapa sawit Indonesia. Membangun cara-cara alternative dan solusi yang lebih baik dapat dilakukan dengan membangun kemitraan berkelanjutan dengan sector swasta serta pemerintah untuk meningkatkan kemampuan pekebun dan masyarakat desa untuk mencapai pengelolaan yang berkelanjutan.