JAKARTA – Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto mengatakan, salah satu cara strategisuntuk menciptakan sawit lestari atau berkelanjutan adalah menjadikan desa sebagai suatu satuanpemangku kepentingan untuk mempercepat produksi sawit berkelanjutan dengan gagasan Desa SawitLestari.
“Gagasan ini tidak semata-mata memandang sawit sebagai suatu komoditas tunggal yang berdirisendiri dan menjadi urusan para petani sawit saja. Akan tetapi gagasan ini menekankan padaterbangunnya sebuah sistem terpadu dimana sawit dapat terintegrasi dan berjalan seiring dengansistem sosial masyarakat desa yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan mereka, dimanalingkungan hidup pun tetap terjaga dengan baik,” ujar Darto.
Darto menambahkan, untuk tahap awal implementasi konsep Desa Sawit Lestari akan dilakukan diDesa Sei Kijang, Desa Simpang Beringin, dan Desa Muda Setia di Kabupaten Pelalawan, Riau. Ketigadesa tersebut akan menjadi desa percontohan implementasi Desa Sawit Lestari pertama di Indonesia. “Dengan mengintegrasikan perangkat, peraturan dan dana desa yang tersedia, petani sawit akanmendapatkan dukungan penuh dalam mengimplementasikan praktik bertani yang bertanggungjawab dan berkelanjutan,” tegas Darto dalam diskusi yang diadakan Serikat Petani Kelapa Sawit di Jakarta, belum lama ini yang dihadiri InfoSAWIT.
Ide Desa Sawit Lestari ini muncul tatkala petani sawit sering dihadapkan dengan berbagaipermasalahan, seperti, produktivitas yang terus menurun dan harga sawit yang juga turun.Produktivitas yang turun disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya, bibit dan pupuk yang kurangbaik, kurangnya pengetahuan petani tentang praktik bertani berkelanjutan dan teknologi yang dapatmembantu meningkatkan produktivitas.
Permasalahan fundamental lainnya yang masih menjadi kendala para petani sawit alam praktikbercocok tanama sehari-hari adalah tidak adanya dokumen hukum terhadap lahan mereka, sehinggasangat sulit bagi petani untuk mendapatkan akses terhadap bantuan keuangan. Padahal petani sangatmembutuhkan akses keuangan untuk membantu mereka melakukan penanaman ulang, pembukaanlahan tanpa cara membakar, maupun untuk membeli bibit dan pupuk berkualitas terbaik untukmenghasilkan TBS yang bermutu tinggi.
“Semua hal tersebut merupakan akar permasalahan yang dialami secara nyata oleh petani sawit kitayang sekaligus menyebabkan berkurangnya kompetensi sawit Indonesia di pasar global. Padahal, sawitmerupakan komoditas strategis Indonesia. Indonesia-pun hingga saat ini masih menjadi pengeksporsawit terbesar di dunia,” tandas Darto.(T2)