Kalianda (Lampost.co) — Angin segar sedang menyelimuti petani sawit di wilayah timur kabupaten Lampung Selatan sejak pertengahan Desember 2019 lalu. Sebab, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit terus bergerak naik secara bertahap hingga Rp1.500 per kg dari sebelumnya Rp900 per kg pada Desember 2019 lalu.
Harga TBS sempat anjlokbegitu lama yakni Rp600 per kg yang menyebabkan perekonomian masyarakat di Bumi Khagom Mufakat masih lesu hingga saat ini.
Seperti yang diungkapkan Suko (38), pengepul sekaligus petani sawit di kecamatan Ketapang. Menurutnya, kenaikan harga belum mampu mendongkrak ekonomi petani, lantaran hasl panen atau produksi TBS sawit terus turun sejak kemarau panjang September 2019 lalu.
“Walau terus mengalami kenaikan. Namun pendapatan petani tidak bergerak karena produksi sawit terus merosot akibat siklus masa produksi sawit dan kemarau panjang pada September tahun lalu, ” kata dia kepada Lampost.co, Jumat, 17 September 2020.
Dikatakannya, perkebunan kelapa sawit di sekitaran kecamatan Ketapang, Penengahan, Sragi dan Kecamatan Palas, Lampung Selatan setiap tahun berkurang. Hal ini dikarenakan bertahun-tahun harga TBS sawit mengalami kemerosotan.
“Banyak kebun sawit yang diubah menjadi ladang jagung karena dianggap tidak menghasilkan. Namun kenaikan TBS sawit dalam beberapa pekan terakhir dan diprediksi akan terus mengalami kenaikan menjadi harapan petani setelah bertahun-tahun mengalami kemerosotan,” ujar Suko penuh harapan.
Sementara itu, Heri (22), petani sawit di Desa Gandri kecamatan Penengahan, mengaku kenaikan harga TBS sawit tidak dapat dinikmati para petani, karena di saat harga TBS naik, produksi kelapa sawit dari kebun petani justru menurun. Dari lahan 1 hektar biasanya mampu mwnghasilkan 1,5 ton TBS sawit, namun sejak tahun lalu produksi hanya 450 kilogram saja. “Namun begitu kami tetap bersyukur dengan adanya pergerakan menuju ke arah positif. Semoga saja terus bergerak naik,” pinta Heri.
Petani berharap, pergerakan harga ini terus berlanjut hingga mencapai harga Rp1.800 per kilogram di tingkat petani. Hal ini mengingat biaya perawatan dan pemupukan memerlukan biaya besar agar produksi buah maksimal.
“Kalau harga turun, produksi juga turun karena banyak kebun sawit tidak dirawat dengan baik. Dampaknyapun luas, kondisi perekonomian petani sawit menjadi lesu,” tutup Heri.
Sumber : https://www.lampost.co/berita-kenaikan-harga-sawit-tak-berdampak-pada-petani.html