Jakarta - Petani rakyat kelapa sawit hingga kini belum menikmati kesejahteraan dari komoditas yang ditanam. Jeratan masalah klasik, seperti rantai pasok dan penetapan harga.
Benang merah tersebut mengemuka dalam diskusi webinar bertema `Sawit Untung Petani Buntung` di Jakarta, Kamis (24/9).
Beberapa petani sawit menyampaikan problematika yang muncul di lapangan. Yusro Fadly, dari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, misalnya, mengemukakan beberapa masalah di wilayah setempat.
"Permasalahan petani sawit di Rokan Hulu, masalahnya klasik, kesejahteraan petani. Yakni, rantai pasok yang panjang, mengakibatkan harga turun drastis. Perlu penetapan harga yang tegas," ujar Yusro.
Masalah selanjutnya adalah legalitas lahan. Yusro menyatakan, di wilayahnya terdapat sejumlah petani yang memegang sertifikat, namun lahannya justru diklaim berada dalam kawasan. "Ada yang diklaim di kawasan lindung, konservasi dan lain-lain," kata Yusro.
Masih terkait lahan, Yusro juga menyoroti persoalan lahan plasma. Perkebunan yang dibagikan ke petani pada pola tersebut, kata Yusro, ternyata juga berada di dalam kawasan.
Keluhan serupa juga dilontarkan oleh Kanisius Tereng, petani sawit dari Kabupaten Pasir, Kalimantan Timur. Kanisius juga menekankan permasalahan lahan kebun sawit.
"Masih banyak lahan yg perlu dioptimalkan untuk petani swadaya. Luas lahan yg dimiliki petani tidak mencerminkan perbaikan petani," kata dia.
Selain lahan, petani setempat juga tidak berdaya menghadapi fluktuasi harga panen sawit. Secara keseluruhan, selama tiga tahun terakhir petani mengalami kemerosotan harga, yang berdampak kepada penghasilan. "Saat ini, penghasilan petani sangat memprihatinkan," ujar dia.
Guna mengatasi persoalan harga, menurut Kanisius, diperlukan intervensi dari pemerintah. Apalagi, sampai saat ini harga yang ditetapkan pemerintah tidak dilaksanakan oleh pihak perusahaan.
Masalah selanjutnya yang masih menghantui petani sawit di Kabupaten Pasir adalah proses penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB). Sampai saat ini, petani belum mendapat surat tersebut, dengan alasan masih diproses.
"Minta tolong disampaikan kepada presiden. Selama ini, STDB, biaya pengurusannya oleh petani sendiri, " ujar dia.
Keperihan masalah petani sawit juga dikemukakan oleh Valens Andi, petani dari Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Dia mempersoalkan regulasi pemasaran, yang dinilainya terlalu bebas.
"Ini menjadi ancaman, termasuk bagi petani. Sudah ada Peraturan Menteri dan Pergub. Tapi di lapangan, apakah sudah ditegakkan aturan itu" ujar dia.
Jika merujuk kepada regulasi, penetapan harga harus berdasarkan tahun tanam. Namun kondisi pasar tidak menggunakan itu lagi. Akibatnya kepastian harga komoditas sawit di lapangan menjadi carut marut.
Valens juga mengkritisi Pola Satu Manajemen (PSM), yang menurutnya gagal menyejahterakan petani.
"Pola yang ada sesuai regulasi, yakni pola bagi hasil dan bayar kredit. Berarti, petani bisa memilih pola yang diinginkan. Tapi yang terjadi, petani dikenakan pola bagi hasil sekaligus pola bayar kredit. Ini sangat menyengsarakan petani," kata dia.
Terkait hal ini, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dari F-PKB, Daniel Johan berkomitmen untuk melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani rakyat kelapa sawit. Salah satunya, menajamkan skema hilirisasi untuk menguatkan posisi tawar petani.
Soal harga, kata dia, memiliki kaitan langsung dengan rantai pasok. Terkait hal ini, DPR akan mendorong panitia kerja (panja) sawit untuk mempertanyakan pengelolaan dana sawit dalam Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"DPR mendorong petani rakyat masuk rantai pasok biodiesel," kata Daniel.
Kemudian tentang legalitas lahan, menurut Daniel, pihaknya akan mendorong Panja Kehutanan, terutama terkait RUU Kehutanan. Di dalam RUU ini juga disinggung juga disinggu soal lahan sawit.
"Kami ingin legalitas lahan diselesaikan bagi petani kelapa sawit. Mudah-mudahan penuntasan legalitas lahan menjadi warisan keberhasilan DPR periode ini," ujar dia.
Sementara itu, soal infrastruktur, Daniel mengaku sedang memikirkan metoda yang pas untuk meggulirkan skema hilirisasi sawit. Yang sudah terpikirkan, menurut dia, adalah mendorong BUMDes untuk penguatan petani.
"Dana desa lebih memungkinkan dijadikan BUMDes, terutama di desa yang petani sawitmayoritas. Ini lebih mudah dilakukan, lebih visiable," jelas dia.