Petani kelapa sawit swadaya mendukung kebijakan pemerintah yang melakukan moratorium perluasan perkebunan sawit. Soalnya, langkah itu bisa menekan produksi minyak sawit atau crude palm oil (CPO) di Indonesia yang sudah berlebih.
Mansuetus Darto, Ketua Serikat Petani Kelapa sawit (SPKS), mengatakan, pasokan CPO yang melimpah di pasar membuat harga tandan buah segar (TBS) sawit di tingkat petani jatuh. “Kondisi itulah yang dihadapi para petani sawit saat ini,” kata dia.
Harga TBS rendah, menurut Darto, lantaran di tengah suplai yang melimpah, banyak pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) tidak bersedia membeli tandan buah segar sawit milik petani swadaya. Akibatnya, petani swadaya terpaksa menjual murah TBS mereka ke tengkulak dengan harga Rp 600-Rp 900 per kilogram (kg).
Harga itu jauh lebih rendah di bawah harga rata-rata TBS petani plasma mitra pengusaha yang saat ini sekitar Rp 1.400 per kg. Seharusnya, harganya sama dengan TBS petani swadaya.
Darto bilang, pemerintah harus mencari solusi atas permasalahan ini. Caranya, dengan membantu memperkuat kelembagaan petani swadaya, agar memiliki nilai tawar untuk menjalin kemitraan dengan PKS sehingga harga TBS naik.”Ini perhatian yang perlu dijadikan fokus Kementerian Pertanian dan pemerintah daerah, untuk melakukan penguatan di masyarakat terutama di lembaga petani. Karena melalui Inpres Moratorium ini, semestinya ada pembenahan di petani swadaya dan ada skema kemitraan baru,”imbuhnya.
Dari sekitar empat juta hektare (ha) lahan perkebunan sawit milik petani, sekitar tiga juta ha merupakan milik petani swadaya dan sisanya satu juta ha kepunyaan petani plasma. Ini berarti, jumlah petani swadaya jauh lebih besar ketimbang petani plasma. Dengan begitu, harusnya petani swadaya jadi perhatian pemerintah.
Jasmanudin, petani sawit dari Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, menyebutkan, harga TBS petani swadaya terus turun. Sejak akhir tahun lalu sampai Maret tahun ini, harga TBS di tingkat petani sempat tinggi, di level Rp 1.750 per kg. “Saat itu, kami sangat senang karena lumayan menguntungkan,” ujarnya.
Namun, memasuki April 2018, harga TBS turun Rp 50 per kg menjadi Rp 1.700 per kg. Sejak itu, harga bahan baku minyak goreng itu terus turun dan sekarang Rp 900-Rp 1.000 per kg.
Menurut Jasmanudin, harga di bawah Rp 1.000 akan membuat petani sawit alih profesi. Sebab, harga yang dipatok pengepul tidak sebanding dengan biaya perawatan dan kebutuhan ekonomi yang makin tinggi.”Bisa-bisa tanaman sawit kami bongkar untuk lahan jagung, daripada terus merugi,” imbuh Jasmanudin.
Sumber : http://gimni.org/dukung-moratorium-demi-harga-yang-lebih-baik/