Foto: REUTERS/Bazuki Muhammad
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia menyatakan tidak gentar menghadapi perlakuan Uni Eropa dalam mendiskriminasi produk sawit dan turunannya. Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga, yang mewakili pemerintah Indonesia geram dengan tindakan Uni Eropa tersebut.
ia yakin gugatan terhadap Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Sejak akhir Januari 2020 akan dimenangkan oleh Indonesia.Pasalnya, regulasi Uni Eropa yang cenderung mendiskreditkan CPO di antaranya Arahan Energi Terbarukan (Renewable Energy Directive II/RED II) Uni Eropa beserta aturan teknisnya (delegated act)
Tanaman pangan yang dianggap berisiko tinggi pada lingkungan akan dibatasi penggunaannya dan dihapuskan secara bertahap dari pasar bahan bakar nabati Uni Eropa. Sayangnya, kelapa sawit ikut ditetapkan sebagai tanaman pangan berisiko tinggi terhadap ILUC. Di sinilah letak diskriminasi tersebut.
"Prinsipnya kita tidak bisa menerima segala jenis diskriminasi. Indonesia negara besar berdaulat yang memiliki sikap jelas dan tentu memiliki sikap tegas apabila produk kita diberlakukan diskriminatif oleh negara tertentu. Nah itu yang kita permasalahkan," kata Jerry saat berkunjung ke kantor CNBC Indonesia, Senin (7/9/2020)
Sebaliknya, Ia melihat kebijakan diskriminasi sawit tersebut bertolak belakang dengan sikap Uni Eropa yang senantiasa mendorong perdagangan bebas (free trade). Apalagi, Ini juga bersinggungan langsung dengan kebijakan ekonomi dalam pemanfaatan komoditas yang dimiliki Indonesia.
"Jadi tidak soal ekonomi, perdagangan, tidak hanya soal lingkungan. Tapi lebih kepada masalah prinsip. Prinsip besar kita tidak bisa menerima hal-hal yang bersifat diskriminatif. Kita semua negara berdaulat," sebutnya.
Indonesia sangat mengandalkan sektor ini dalam perekonomian. Dalam setahun, Indonesia bisa memproduksi lebih dari 50 juta ton minyak sawit mentah CPO. Sebanyak 70% dari produksi tersebut mengandalkan ekspor, termasuk ke Uni Eropa. Sementara 30% menjadi konsumsi dalam negeri.
Selain itu, 17 juta orang Indonesia menggantungkan hidup di industri sawit. Indonesia juga menyatakan akan melawan semua keputusan yang mendiskreditkan CPO Indonesia.
Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss menyampaikan gugatan Indonesia pada 9 Desember 2019 lalu ke WTO.
Mendag Agus Suparmanto sempat mengatakan Indonesia resmi mengirimkan Request for Consultation kepada UE sebagai tahap inisiasi awal dalam gugatan.
Menurutnya, kebijakan-kebijakan RED II dan Delegated Regulation dianggap membatasi akses pasar minyak kelapa sawit dan biofuel berbasis minyak kelapa sawit.
Delegated Regulation yang merupakan aturan pelaksana RED II mengategorikan minyak kelapa sawit sebagai komoditas yang memiliki Indirect Land Use Change (ILUC) berisiko tinggi.
Akibatnya, biofuel berbahan baku minyak kelapa sawit tidak termasuk dalam target energi terbarukan UE, termasuk minyak kelapa sawit Indonesia.
Selain soal RED, Eropa mengenakan tarif tambahan anti subsidi biodiesel asal Indonesia ke Uni Eropa berlaku efektif mulai hari Rabu (14/8/2019) Kebijakan Uni Eropa ini menuding pemerintah Indonesia menerapkan praktik subsidi untuk produk biodiesel berbasis minyak kelapa sawit. Produk biodiesel Indonesia kena tarif impor antara 8-18%
Lewat gugatan ini, Indonesia berharap UE dapat segera mengubah kebijakan RED II dan Delegated Regulation serta menghilangkan status high risk ILUC pada minyak kelapa sawit.
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/
"Prinsipnya kita tidak bisa menerima segala jenis diskriminasi. Indonesia negara besar berdaulat yang memiliki sikap jelas dan tentu memiliki sikap tegas apabila produk kita diberlakukan diskriminatif oleh negara tertentu. Nah itu yang kita permasalahkan," kata Jerry saat berkunjung ke kantor CNBC Indonesia, Senin (7/9/2020)