Jakarta – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Daniel Johan berkomitmen untuk melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani mandiri kelapa sawit. Salah satunya, menajamkan skema hilirisasi untuk menguatkan posisi tawar petani.
Pernyataan politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu keluar setelah mendengar keluhan para petani sawit yang tergabung dalam Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) dalam Webinar bertema ‘Sawit Untung Petani Buntung’ yang digelar redaksi jurnas.com bersama SPKS di Jakarta, Kamis (23/9).
Dari deretan keluhan itu, Daniel mengerucutkan menjadi tiga hal. Pertama soal harga komoditas sawit, legalitas lahan, dan pembangunan infrastruktur.
Soal harga, kata Daniel, memiliki kaitan langsung dengan rantai pasok. Terkait hal ini, DPR akan mendorong panitia kerja (panja) sawit untuk mempertanyakan pengelolaan dana sawit dalam Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
“DPR mendorong petani rakyat masuk rantai pasok biodiesel,” imbuh Daniel.
Kemudian tentang legalitas lahan, menurut Daniel, pihaknya akan mendorong Panja Kehutanan, terutama terkait RUU Kehutanan. Di dalam RUU ini juga disinggung juga disinggu soal lahan sawit.
“Kami ingin legalitas lahan diselesaikan bagi petani kelapa sawit. Mudah-mudahan penuntasan legalitas lahan menjadi warisan keberhasilan DPR periode ini,” ujar dia.
Sementara itu, soal infrastruktur, Daniel mengaku sedang memikirkan metoda yang pas untuk meggulirkan skema hilirisasi sawit. Yang sudah terpikirkan, menurut dia, adalah mendorong BUMDes untuk penguatan petani.
“Dana desa lebih memungkinkan dijadikan BUMDes, terutama di desa yang petanisawit mayoritas. Ini lebih mudah dilakukan, lebih visiable,” jelas dia.
Pada bagian lain, Daniel juga menekankan pentingnya kebijakan tegas dari pemerintah.
“Pemerintah harus memiliki kebijakan yang tegas, sawit sebagai produk strategis. Yang penting, bagaimana menyejahterakan rakyat. Ini ada 5,8 juta hektare lahan sawitrakyat, atau 41 persen dari luas total sawitnasional, ” tegas Daniel.
Sebelumnya, keluhan berbagai persoalan mengenai masalah petani sawit disuarakan para petani. Salah satu yang turut yang menyuarakan yakni Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Darto Mansuetus. Menurutnya salah satu masalah itu misalnya program B3 yang diklaim pemerintah untuk mensejahterakan petani faktanya hanya menguntungkan konglomerat.
“Semunya mengaku program B30 ini berkah buat petani sawit dan bisa meningkatkan keaejahteraan petani sawit, termasuk bapak Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraannya pada 14 Agustus kemarin bahwa porgram ini mampu mensejahterakan petani Sawit di seluruh negeri,” kata Darto.
Padahal lanjut Darto, rantai pasok bahan energi baru terbarukan tersebut bahan bakunya diperoleh dari kebun-kebun perusahaan besar bukan dari petani yang merupakan perkebunan mandiri.
“Nah, tetapi apa yang terjadi? Sekarang rantai pasok B30 untuk energi baru terbarukan adalah industri biodisel itu memperoleh bahan bakunya dari kebun-kebun mereka (industri, Red) sendiri,” sambungnya.
Masalah lain diungkapkan Yusro Fadly dari SPKS Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Menurutnya salah satu penyebab belum sejahteranya petani mandiri yakni masalah rantai harga.
“Permasalahan petani sawit di Rokan Hulu, masalahnya klasik, kesejahteraan petani. Yakni, rantai pasok yang panjang, mengakibatkan harga turun drastis. Perlu penetapan harga yang tegas,” ujar Yusro.
Tak sampai disitu, masalah lain yang juga dihadapi petani mandiri lanjut Yusro yakni persoalan legalitas lahan. Di wilayahnya terdapat sejumlah petani yang memegang sertifikat, namun lahannya justru diklaim berada dalam kawasan.
“Ada yang diklaim di kawasan lindung, konservasi dan lain-lain,” kata Yusro.
Sumber : monitor.co.id