Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah (CPO) bergerak naik pada pekan ini. Prospek penurunan produksi membuat harga terangkat.
Sepanjang minggu ini, harga CPO melesat 2,47% secara point-to-point. Selama sebulan terakhir, harga komoditas ini naik nyaris 3%.
Council of Palm Oil Producing Countries (CPOC) memperkirakan produksi CPO di Indonesia dan Malaysia tahun ini turun cukup dalam. Salah satu penyebabnya adalah kekurangan tenaga kerja akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Misalnya di Malaysia. Selama ini perkebunan kelapa sawit di Negeri Harimau Malaya banyak mempekerjakan buruh migran. Hampir 85% pekerja di perkebunan kelapa sawit besar di Malaysia seperti milik Sime Darby. IOI Corp, dan United Plantations berasal dari Indonesia dan Bangladesh.
Larangan perjalanan untuk meredam penyebaran virus corona membuat industri kelapa sawit Malaysia kekurangan sekitar 37.000 pekerja. "Ini adalah kali pertama kami harus mempekerjakan pekerja Malaysia," ungkap Imran, Manajer di Perkebunan Sime Darby, dalam wawancara dengan Reuters.
Pasokan tenaga kerja Malaysia sulit diharapkan karena pekerja lokal cenderung menghindari bekerja di bidang yang berkotor-kotor dan berbahaya. "Bisa saja kami merekrut lebih banyak pekerja lokal. Namun apakah mereka bisa seproduktif pekerja migran, itu tanda tanya besar," ujar Nageeb Wahab, Ketua Asosiasi Kelapa Sawit Malaysia, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Selain itu, ada pula faktor iklim basah (La Nina) yang membuat produksi CPO bisa turun. Kemudian, tekanan dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga bisa membuat proses produksi terhambat.
Council of Palm Oil Producing Countries (CPOC) memperkirakan produksi CPO di Indonesia dan Malaysia tahun ini turun cukup dalam. Salah satu penyebabnya adalah kekurangan tenaga kerja akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Misalnya di Malaysia. Selama ini perkebunan kelapa sawit di Negeri Harimau Malaya banyak mempekerjakan buruh migran. Hampir 85% pekerja di perkebunan kelapa sawit besar di Malaysia seperti milik Sime Darby. IOI Corp, dan United Plantations berasal dari Indonesia dan Bangladesh.
Larangan perjalanan untuk meredam penyebaran virus corona membuat industri kelapa sawit Malaysia kekurangan sekitar 37.000 pekerja. "Ini adalah kali pertama kami harus mempekerjakan pekerja Malaysia," ungkap Imran, Manajer di Perkebunan Sime Darby, dalam wawancara dengan Reuters.
Pasokan tenaga kerja Malaysia sulit diharapkan karena pekerja lokal cenderung menghindari bekerja di bidang yang berkotor-kotor dan berbahaya. "Bisa saja kami merekrut lebih banyak pekerja lokal. Namun apakah mereka bisa seproduktif pekerja migran, itu tanda tanya besar," ujar Nageeb Wahab, Ketua Asosiasi Kelapa Sawit Malaysia, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Selain itu, ada pula faktor iklim basah (La Nina) yang membuat produksi CPO bisa turun. Kemudian, tekanan dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga bisa membuat proses produksi terhambat.
Council of Palm Oil Producing Countries (CPOC) memperkirakan produksi CPO di Indonesia dan Malaysia tahun ini turun cukup dalam. Salah satu penyebabnya adalah kekurangan tenaga kerja akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).
Misalnya di Malaysia. Selama ini perkebunan kelapa sawit di Negeri Harimau Malaya banyak mempekerjakan buruh migran. Hampir 85% pekerja di perkebunan kelapa sawit besar di Malaysia seperti milik Sime Darby. IOI Corp, dan United Plantations berasal dari Indonesia dan Bangladesh.
Larangan perjalanan untuk meredam penyebaran virus corona membuat industri kelapa sawit Malaysia kekurangan sekitar 37.000 pekerja. "Ini adalah kali pertama kami harus mempekerjakan pekerja Malaysia," ungkap Imran, Manajer di Perkebunan Sime Darby, dalam wawancara dengan Reuters.
Pasokan tenaga kerja Malaysia sulit diharapkan karena pekerja lokal cenderung menghindari bekerja di bidang yang berkotor-kotor dan berbahaya. "Bisa saja kami merekrut lebih banyak pekerja lokal. Namun apakah mereka bisa seproduktif pekerja migran, itu tanda tanya besar," ujar Nageeb Wahab, Ketua Asosiasi Kelapa Sawit Malaysia, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Selain itu, ada pula faktor iklim basah (La Nina) yang membuat produksi CPO bisa turun. Kemudian, tekanan dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga bisa membuat proses produksi terhambat.