SPKS Catatan Penting Kebijakan B35 dari Petani Sawit, Belum Bantu Naikan Harga TBS Sawit>
Nasional

Catatan Penting Kebijakan B35 dari Petani Sawit, Belum Bantu Naikan Harga TBS Sawit

JAKARTA – Rencana peningkatan mandatori biodiesel yang sebelumnya B30 menjadi B35 (campuran biodeiesel sawit sebanyak 35% ke minyak solar), dikritisi para petani sawit yang tergabung dalam Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS).

Kebijakan peningkatan mandatori biodiesel sawit tersebut dianggap gegabah tanpa ada evaluasi yang serius sehingga sama sekali tidak menyelesaikan masalah tata kelola sawit di Indonesia. Menurut pihak SPKS, kebijakan tersebut dianggap sebagai bentuk respon Pemerintah Indonesia terhadap kebijakan Uni Eropa yang dinilai diskriminatif dan proteksionis, yang dalam pandangan petani sawit SPKS sangat berlebihan.

Peningkatan kebutuhan sawit di dalam negeri terutama untuk energi melalui program B35 justru tidak relevan dengan upaya perbaikan tata kelola yang sedang berlangsung serta apa yang menjadi konsen EU dalam regulasi terbarunya.

 

Namun demikian pihak petani sawit SPKS tetap mendukung terhadap upaya perluasaan hilirisasi minyak sawit dalam negeri dengan tujuan untuk membantu stabilitas dan harga bahan baku yang layak dari petani.

“Akan tetapi, dalam catatan kami di SPKS sejak program mandatori Biodiesel secara bertahap B20 hingga B30 yang berlaku hingga saat ini belum berkontribusi pada peningkatan harga Tandan Busah Segar (TBS) Sawit dan inklusi petani dalam rantai pasok bahan baku biodiesel,” kata Sekjen SPKS, Mansuetus Darto, dalam keterangannya kepada InfoSAWIT, belum lama ini.

 

 

Lebih lanjut catat Darto, dari pemantauan petani SPKS, belum ada BU BBN yang bermitra langsung dengan petani sawit untuk pengadaan bahan baku, sehingga apa yang ditargetkan pemerintah untuk kenaikan dan stabilitas harga TBS di petani swadaya sesungguhnya tidak terjadi.

 

“Saat  ini petani masih menjual ke tengkulak dengan harga yang rendah. Pengadaan bahan baku untuk biodiesel tetap dikuasai oleh perusahaan dari kebun sawit mereka atau dari pihak ketiga. Lagi-lagi yang untung itu grup perusahaan sawit yang lakukan integrasi vertical dengan BU BBN,” katanya.

Sepatutnya kata Darto, kelangkaan minyak goreng sawit pada 2022 lalu seharusnya momentum untuk evaluasi sekaligus perbaikan tata kelola hilirisasi sawit untuk kebutuhan pangan dan energi dalam negeri.

Peningkatan mandatori biodiesel menjadi B35 yang diterapkan Pemerintah justru akan mengulangi masalah kelangkaan yang terjadi pada tahun lalu. Artinya, tutur Darto, tidak menyelesaikan masalah, dan imbasnya akan mempengaruhi harga sawit di level petani seperti yang terjadi tahun lalu.

 

“Seharusnya ada solusi diversifikasi bahan baku yang harus dipikirkan Pemerintah ke depan, tidak melulu dari sawit tetapi membuka peluang bahan baku lainnya seperti minyak jelantah yang juga punya potensi untuk mencukupi bahan baku untuk biodiesel,” ungkap Darto.

Sebab itu perlu diregulasikan secara ketat terkait persentase yang jelas sehingga tidak berimbas pada masalah kebutuhan minyak sawit untuk pangan dan energi di dalam negeri ke depan. Belum lagi dari aspek keberlanjutan, industri kelapa sawit belum memiliki perhatian yang serius terhadap prinsip keberlanjutan, rencana peningkatan secara bertahap serta taget produksi yang ambisius akan berdampak pada perluasan/ekspansi lahan untuk sawit guna pemenuhan bahan baku.

“Jika tidak ada perbaikan ke depan, maka industri ini akan terseret pada berbagai masalah, seperti lingkungan dan masalah sosial lainnya,” tandas Darto. (T2)

Sumber : https://www.infosawit.com/2023/02/03/catatan-penting-kebijakan-b35-dari-petani-sawit-belum-bantu-naikan-harga-tbs-sawit/

Sumber :

Perkembangan Harga TBS

Berita Harga TBS

Agenda

Agenda Lainnya

Link Terkait

Cerita Petani
Selengkapnya