SIARAN PERS
SERIKAT PETANI KELAPA SAWIT (SPKS)
SUBSISI BIODIESEL 110,05 TRILIUN SEPANJANG TAHUN 2015-2021 BUKTI BPDPKS MASIH PRIORITASKAN KONGLOMERAT SAWIT, MENGABAIKAN PETANI SAWIT DAN TIDAK BERKONTRIBUSI PERCEPATAN SERTIFIKASI ISPO
Jakarta, 30 Desember 2021, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menilai BPDPKS masih prioritaskan konglomerat sawit mengabaikan petani sawit dan tidak berkontribusi percepatan sertifikasi ISPO petani sawit sesuai dengan mandate persiden Jokowi saat pendirian dari BDPKS, hal ini dapat di lihat dalam catatan akhir tahun 2021 yang di sampaikan oleh BPDPKS pada selasa 28 desember 2021, dimana BPDPKS menyampaikan bahwa sepanjang awal berdirinya tahun 2015 – 2021 BPDPKS sudah menghimpun dana sebesar 137,283 Triliun yang kemudian di salurkan melalui program sebagai berikut, sebanyak 110,05 Triliun (80,16 persen) untuk subsidi biodiensel 2015-2021, sebesar 6,59 triliun (4,8 persen) untuk program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) 2015-2021, sebesar 389,3 miliar untuk program penelitian dan pengembangan 2015-2021, sebesar 199,01 miliar untuk program pengembangan SDM 2015-2021, sebesar 21,1 Miliar untuk program Sarana dan Prasarana 2021 dan sebesar 318,5 miliar untuk program promosi, advokasi dan kemitraan sawit.
Menanggapi hal ini, Sekjen SPKS Nasional, Mansuetus Darto mengatakan: “ dengan capaian seperti ini BPDPKS tentunya sudah keluar dari mandate persiden Jokowi saat pendirian dari BDPKS itu sendiri untuk mendukung pembangunan sawit berkelanjutan di Indonesia, dan bahkan saat ini BPDPKS tidak memenuhi harapan petani.
Pertama, dana sebesar 137,283 Triliun juga merupakan dana dari petani sawit, yang di himpun oleh BPDPKS bersumber dari pungutan didasarkan peraturan terbaru yaitu PMK 75/PMK.05/2021 dalam peraturan itu, tarif pungutan ekspor untuk minyak kelapa sawit (CPO) minimal sebesar US$ 55 per ton dan paling tinggi US$ 175 per ton. Analisis kami dengan harga CPO saat ini pungutan ini bisa mengurangi harga TBS di tingkat petani kelapa sawit sebesar Rp. 400/kg TBS setiap kilogramnya. Dengan demikian maka seharunya pengunaan dana ini lebih memprioritaskan kebutuhan petani sawit.
Kedua, terkait dengan subsidi kepada konglomerat biodiensel 2015-2021 sebesar 110,05 Triliun atau 80,16 persen dari total dana di pungut oleh BPDPKS, kita tahu bahwa pemberian subsidi ini tidak memberikan dampak positif secara langusng kepada petani sawit karena mayoritas perusahan penerima subsidi biodiesel tersebut tidak ada kemitraan dengan petani sawit swadaya, petani tetap saja menjual buah sawitnya kepada tengkulak dengan kerugian sekitar 30 persen dari harga yang di tetapkan oleh pemerintah di saat yang bersaman BPDPKS dan pemerintah tidak ada mekanisme untuk mendorong agar perusahaan penerima subsisi biodiesel bisa memberdayaakan petani sawit dan membangun kemitraan, untuk itu kedepan di perlukan mewajibkan perusahaan penerima subsidi biodiesel bermitra dengan petani sawit swadaya secara langsung.
Ketiga, program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sampai dengan tahun 2021 hanya 242.537 Ha dengan jumlah petani sawit 105.684 petani dengan anggran yang di salurkan sebesar 6,59Triliun, jika di lihat dari target program PSR dari tahun 2017-2021 yaitu sebesar 745.780 Ha maka dari sisi capain hanya sekitar 33 persen. Rendahnya capain karena sulitnya petani mengakses program PSR mulai dari peraturan yang berubah ubah, persyaratan yang sulit termasuk sosialisasi yang kurang di lakukan sampai di desa-desa sawit, dan bahkan program ini juga terkesan tidak mempercayakan kepada pemerintah kabupaten melalui dinas perkebunan. Program ini juga belum banyak melibatkan petani sawit swadaya murni lebih banyak petani plasma karena data yang tidak tersedia dan kelembagan yang tidak ada di tingkat petani sawit swadaya, untuk itu perlunya BPDPKS kedepan tidak hanya fokus pada percepatan PSR tetapi juga bagaimana mempersiapkan dukungan pada prakondisi PSR mulai dari pendataan petani sawit dan juga dukungan pembentukan kelembagan petani sawit dan juga penguataan manajemen kelembagan.
Keempat, BPDPKS juga belum berkontribusi membantu persiapan sertifikasi ISPO sebab tidak ada dana untuk prakondisi ISPO petani seperti pemetaan by name, by address, by spatial, mempercepat legalitas petani dan pembangunan kelembagaan yang merupakan hal terpenting dalam pelaksanaan sertifikasi ISPO sesuai dengan amanat Perpres Nomor 44 Tahun 2020 tentang ISPO, selain itu BPDPKS juga tidak berkontribusi dalam mendukung pemerintah daerah penghasil sawit untuk memperkuat sawit berkelanjutan dan perencanaan kabupaten berkelanjutan melalui rencana aksi daerah sesuai dengan Inpres Nomor 6 Tahun 2019 Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024, banyak daerah saat ini yang sudah memiliki RAD sawit berkelanjutan tidak berjalan karena anggran yang tidak ada dalam implementasinya seperti target mempercepat pendataan petani sawit melalui STDB.
Sekjen SPKS juga berharap kedepanya agar pelibatan semua asosiasi petani sawit dalam mensukseskan program BPDPKS seperti program PSR dan juga percepatan ISPO kedepanya. SPKS tentunya sangat mendukung upaya BPDPKS untuk program-program sawit berkelanjutan dan ini yang di lakukan selama ini oleh SPKS memetakan kebun petani sawit swadaya, membangun kelembagan petani sawit dan juga melatih SDM petani langsung di desa-desa.
Tentang SPKS:
Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) adalah organisasi petani kelapa sawit di Indonesia yang berkomitmen untuk memperkuat skala keberlanjutan, kesejahteraan dan kemandirian petani melalui pembangunan kapasitas, kelembagaan ekonomi dan fasilitasi akses petani. SPKS saat ini berada di 11 Kabupaten dan 7 Provinsi yang memiliki perkebunan sawit: Kabupaten Labura, Rokan Hulu, Siak, Pelalawan, Kuansing, Tanjabar, Sanggau, Sekadau, Sintang, Paser, Kobar dan Seruyan.
Kontak Media :
Sabarudin - Departemen Organisasi dan Anggota
Sekretariat Nasional SPKS :
Tel: 0251-8571263
WA: 0822-7488-6619
Email:info.spksnasional@gmail.com
Website: www.spks.or.id