Kebijakan presiden Jokowi untuk menaikkan dana dukungan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) menjadi Rp. 60 juta/Hektar bagi petani kelapa sawit harus di dukung dan di ikuti dengan kemudahan akses pembiayaan bagi petani kelapa sawit dari dana BPDPKS.
Sebelumnya, keberadaan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) telah menjadi bagian dari kemajuan sawit rakyat, dukungan Pemerintah Indonesia dibutuhkan, guna membangun keadilan bagi rakyat Indonesia untuk peningkatan produktivitas dan peningkatan pendapatan petani sawit skala kecil. Lantaran melalui program PSR, keberadaan Perkebunan kelapa sawit milik petani menjadi roda ekonomi rakyat di pedesaan.
Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Indonesia mendorong adanya dukungan dari Pemerintah Indonesia, terutama dalam membangun keadilan bagi petani kelapa sawit di Indonesia. Program PSR yang telah berjalan selama ini, diharapkan mampu menjadikan petani kelapa sawit di Indonesia menjadi lebih baik.
Menurut Ketua Umum SPKS, Sabarudin, keberadaan petani swadaya selama ini selalu terpinggirkan. Sebab itu, menurutnya, program Peremajaan Sawit atau PSR dapat memberikan rasa keadilan bagi petani kelapa sawit di Indonesia. Terutama penggunaan dana sawit yang dihimpun Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang selama ini, penggunaannya tidak adil bagi petani.
Menurut Sabarudin, penggunaan dana sawit BPDPKS, masih jauh panggang dari api, lantaran dana sawit belum mampu menghadirkan keadilan bagi petani kelapa sawit. Contohnya, dukungan dana sawit BPDPKS bagi PSR hanya sebesar Rp. 30 juta per hektar. Dirasakan para petani kelapa sawit masih sangat kurang.
Karena itu, SPKS pada tahun 2020 hingga 2021 mendorong DPR untuk membentuk Panja Sawit. Alhasil, Komisi IV pun membentuk Panja Sawit tersebut. Sejak tahun 2021 hingga 2023, SPKS terus mendorong perbaikan tata Kelola sawit rakyat melalui peningkatan biaya peremajaan sawit dan debirokratisasi dalam mengakses dana sawit sebab petani banyak terjebak dalam berbagai persyaratan. Saat itu, komisi IV telah menyetujui bahkan Dewan Perwakilan Daerah agar dana sawit untuk peremajaan sawit harus ditingkatkan sesuai dengan masukan dari organisasi petani sawit. Namun pemerintah tidak kunjung eksekusi.
“Dana sawit BPDPKS bagi PSR petani swadaya sawit sangat kurang, lantaran berdasarkan praktek lapangan, kebutuhan replanting kebun sawit petani berkisar Rp. 60 juta hingga Rp. 70 juta per hektar,” ujar Sabarudin, lebih lanjut,”Kebutuhan dukungan pendanaan dari dana sawit yang dihimpun BPDPKS, dirasakan petani sawit masih jauh dari mencukupi, sehingga dibutuhkan kebijakan pemerintah guna meningkatkan dukungan dana sawit BPDPKS menjadi Rp. 60 juta per hektar”.
Kebutuhan dukungan dana sawit BPDPKS menjadi Rp. 60 juta per hektar, menurut Sabarudin, dapat membantu petani menyiapkan lahan perkebunan kelapa sawit miliknya menjadi lebih baik. Selain itu mencegah petani sawit skala kecil dijerat oleh hutang. Sebab dengan petani sawit yang sudah berumur 50 tahun, jika masih dibebankan oleh hutang untuk menambah kekurangan alokasi dana dari BPDP-KS untuk peremajaan sawit akan menyulitkan petani kecil tersebut.
Ratas kabinet terbatas yang dihadiri Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto dan Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudoyono, dalam pembahasan Peremajaan Sawit Rakyat hari ini (27/2), sangat baik dilakukan. Keberpihakan Pemerintah terhadap petani kelapa sawit dapat didorong melalui kenaikan subsidi dana Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dari Rp. 30 juta menjadi Rp. 60 juta per hektar.
Sabarudin menjelaskan, “Keberpihakan terhadap PSR juga harus didukung dengan dengan kemudahan akses pembiayaan bagi petani kelapa sawit dari dana BPDPKS”.
Selain itu, kebijakan legalitas lahan petani kelapa sawit di Indonesia juga harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Lantaran, keberadaan legalitas lahan kebun sawit petani masih mendapat banyak kendala. Sesuai dengan konsen Presiden Jokowi yang mendorong tata kelola pemerintahan yang baik, maka legalitas lahan kebun sawit petani seharusnya mendapatkan kemudahan dan pelayanan pemerintah supaya mendapatkan sertifikat lahan.
Legalitas lahan hingga saat ini, masih menjadi momok menakutkan bagi petani kelapa sawit di Indonesia. Sebab itu, koordinasi Menko Perekonomian dan Menteri ATR/BPN yang dipimpin Presiden Jokowi ini, menjadi harapan baru, bagi sertifikasi lahan petani supaya memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM). “SHM bagi petani kelapa sawit dapat di realisasikan dan di percepat oleh Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudoyono yang baru di lantik”.