Konflik perkebunan kelapa sawit kembali memakan korban dan menambah jejak hitam penanganan konflik agraria di sektor Perkebunan Sawit Indonesia. Pada Sabtu, 07/10/2023, Masyarakat Desa Bangkal, Kabupaten Saruyan, Kalimantan Tengah, mendapat perlakuan represif dari aparat dalam penanganan aksi damai yang dilakukan masyarakat terhadap PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP). Aksi represif ini menimbulkan 1 (satu) orang warga meninggal akibat ditembaki peluru tajam serta gas air oleh aparat, 2 orang lainnya kritis dan puluhan warga lainnya ditangkap.
Aksi damai yang dilakukan oleh Masyarakat Desa Bangkal bukan tanpa dasar. Masyarakat menuntut hak mereka atas lahan 20 persen yang tidak kunjung direalisasikan oleh PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) hingga saat ini. Aksi yang dilakukan oleh masyarakat Bangkal bukan yang pertama kali. Aksi protes masyarakat sudah dilakukan sejak tahun 2008 namun tanpa ada penyelesaian oleh Pemerintah dan Perusahaan. Lalu pada September 2023, masyarakat Bangkal, Terawan dan Tabiku kembali melakukan aksi protes di areal yang telah diklaim oleh perkebunan PT. HMBP I dengan melakukan blokade jalan hingga terjadi peristiwa memanas sejak tanggal 16 dan 17 September 2023 yang menyebabkan 1 (satu) orang warga Bangkal terluka akibat tembakan peluru karet oleh aparat kepolisian. Lalu penyelesaian konflik antara Masyarakat dengan PT. HMBP I bersama pemerintah yang dilakukan pada oktober 2023 yang lalu tidak terselesaikan akibat tuntutan masyarakat yang tidak diindahkan.
Ketidakpatuhan Perusahaan Kelapa Sawit terhadap kewajiban Pembangunan kebun Masyarakat seluas 20 persen hampir terjadi di seluruh wilayah pengembangan sawit di Indonesia. Dengan legitimasi izin yang diperoleh, Perusahaan memobilisasi dan mengiming-iming masyarakat untuk menyerahkan lahan untuk pembangunan kebun plasma yang wajib dipenuhi untuk memperoleh hak guna usaha (HGU). Namun hingga HGU diterbitkan pembangunan plasma justru tidak direalisasikan. Pun telah terbangun, pengelolaan melalui pola kemitraan satu manajemen (PSM) atau juga dikenal dengan Pola Satu Atap justru menjadikan masyarakat sebagai penonton atau pilihan lain sebagai pekerja di lahan plasma mereka. Praktik kemitraan manajemen satu atap yang diklaim mensejahterakan masyarakat justru terjadi sebaliknya, masyarakat dibohongi dan harus kehilangan penghasilan dan tanahnya serta beban hutang manipulatif akibat perjanjian yang diskriminatif serta pengelolaan yang sama sekali tidak transparan.
Potensi pecahnya konflik serupa seperti yang terjadi di Seruyan akan terus berlanjut di wilayah lainnya, sebagai akibat tidak dilakukan evaluasi dan tindakan hukum yang tegas oleh pemerintah terhadap perusahan-perusahaan yang tidak patuh pada kewajiban pembangunan lahan 20 persen atau yang tidak memperbaiki praktik kemitraan yang sudah sekian lama menyengsarakan masyarakat baik dari penghasilan maupun kepemilikan lahan.
Karena itu, menyikapi tindakan represif aparat terhadap masyarakat Desa Bangkal, Kabupaten Saruyan, Kalimantan Tengah dan penanganan konflik tuntutan Masyarakat terhadap hak atas tanah mereka, Serikat Petani Kelapa Sawit menyatakan sikap sebagai berikut:
- Mengecam keras tindakan brutal dan represif aparat Kepolisian dalam melakukan penanganan konflik sosial dan aksi damai yang dilakukan oleh Masyarakat Desa Bangkal Seruyan, Kalimantan Tengah dengan melakukan penembakan dan penangkapan hingga jatuhnya korban jiwa warga masyarakat;
- Kepala Kepolisian Republik Indonesia, harus bertanggung-jawab atas jatuhnya korban warga, serta mengusut tuntas pelanggaran prosedural dan bentuk penanganan represif aparat kepolisian di Kabupaten Seruyan, sekaligus mengambil tindakan hukum yang tegas dan mencopot kapolsek, kapolres dan/atau kapolda yang berada dibelakang kekerasan penanganan konflik agraria;
- Mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia agar memerintahkan Kapolda Kalimantan Tengah, untuk menarik semua aparat kepolisian dari wilayah konflik, serta mengusut dan menindak tegas aparat yang melakukan tindakan kekerasan dalam penanganan aksi masyarakat kepada PT. Hamparan Masawit Bangun Persada;
- Mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia agar memerintahkan Kapolres Seruyan segera membebaskan seluruh warga yang ditangkap atau ditahan oleh aparat saat melakukan aksi damai menuntut hak atas tanah mereka kepada PT. Hamparan Masawit Bangun Persada:
- Mendorong Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM)
- membentuk Tim Pencari Fakta Independen agar melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam aksi kekerasan yang menimbulkan korban warga di Desa Bangkal, Seruyan;
- Mendesak Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Seruyan untuk bertanggung jawab serta segera menyelesaikan konflik antara masyarakat Desa Bangkal dengan PT. Hamparan Masawit Bangun Persada dengan membentuk Tim Penyelesaian Konflik yang melibatkan masyarakat Desa Bangkal, tokoh adat dan organisasi masyarakat sipil.
- Mendesak kementerian terkait (Kementerian Pertanian dan Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian) untuk mengevaluasi kepatuhan kewajiban pembangunan kebun 20 persen seluruh Perusahaan Kelapa Sawit yang beroperasi di Indonesia serta mengambil tindakan hukum yang tegas bagi perusahan yang belum merealisasikan pembangunan kebun 20 persen.
- Mendesak kementerian terkait (Kementerian Pertanian dan Kementerian ATR/BPN, dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian) untuk mengevaluasi serta mengakhiri penggunaan pola kemitraan manajemen satu atap/satu manajemen sebagai bagian dari skema pembangunan inti plasma yang kerap menimbulkan konflik sosial dan agraria di sektor perkebunan kelapa sawit.
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan, agar menjadi perhatian semua pihak.